Bisakah
Kita Menjadi Seorang Pendidik yang Sesunguhnya?
Menjadi
seorang pengajar bukanlah tugas yang mudah, sebab tanggung jawab sebagai
pengajar cukuplah besar yang nantinya harus dipertanggung jawabkan kesemua
pihak. Pengajar ataupun pendidik merupakan sebuah profesi yang bukan
sembarangan karena butuh kompetensi dan kemampuan yang memadai untuk dapat
menekuni profesi tersebut. Beban moril dari profesi ini tidak mudah, seorang
pengajar dituntut untuk dapat membentuk moral peserta didik dari berbagai
aspek, baik aspek kognitif, psikomotor maupun aspek afektif. Hal ini sejalan
dengan tujuan penyelenggaraan pendidikan dasar yang dikemukakan oleh Mohammad
Ali (2009, 290-291) salah satunya adalah menyiapkan siswa agar menjadi manusia
yang bermoral, menjadi warga negara yang mampu memperoleh pekerjaan. Adapun secara
operasional tujuan pokok pendidikan dasar adalah membantu siswa dalam
mengembangkan kemampuan intelektual dan mentalnya, proses perkembangan sebagai
individu yang mandiri, proses perkembangan sebagai mahluk sosial, belajar hidup
menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan dan meningkatkan kreativitas.
Maka dari itu seorang pendidik memiliki peran yang
sangat penting dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan pendidikan tersebut.
Khususnya bagi pendidik di jenjang sekolah dasar memengang peran penting dalam
pembentukan kepribadian siswa baik dengan dirinya, ataupun dengan lingkungan
sosial. Oleh sebab itu menjadi seorang pendidik dapat dikatakan sebuah tugas
yang berat, namun jika dijalankan dengan iklas bisa menjadi ringan. Namun
bisakah kita belajar iklas, hal ini dapat kita jawab pada saat kita mengajar
nanti.
Dan alhamdulilah proses kegiatan belajar mengajar yang
saya lakukan selama kurang lebih satu bulan, yang terbagi dalam 4 pertemuan
sudah selesai. Adapun tempat saya mengajar di SDN Simpang 3 yang berlokasi di
Kota Cilegon. Banyak pengalaman berharga yang saya dapatkan sepanjang mengajar
dikelas, khususnya dikelas II B tempat saya melakukan praktik mengajar, salah
satunya bagaimana mendampingi siswa yang unik dan spesial, masing-masing siswa
memiliki karakter yang berbeda-beda, diperlukan banyak trik dalam menghadapi
setiap siswa. Dan disinalah saya belajar dalam menghadapi keunikan dan karakter
satu demi satu siswa yang berbeda tersebut. Awalnya memang tidaklah mudah karena
untuk pertama kalinya saya mengajar dan dihadapkan kepada siswa yang memiliki
berbagai macam karakter yang berkumpul menjadi satu dalam sebuah kelas. Ada
siswa yang ramah, ada siswa yang sedikit sensitif dan mudah menangis, ada siswa
yang tidak bisa diam cenderung aktif bergerak, ada siswa yang senang mengobrol
dengan temannya, ada siswa yang lambat dalam menerima pembelajaran yang
disampaikan sehingga perlu dilakukan beberapa pengulangan dan ada pula siswa
yang senang bercerita dan bertanya. Semua itulah yang menjadikan kelas terasa
hidup. Meskipun cukup melelahkan menghadapi mereka semua. Dan disinlah saya
bisa belajar sabar dan iklas menghadapi berbagai karakter dan tingkah laku
siswa yang berbeda-beda.
Oleh karena itu diharapkan kita sebagai calon pendidik
dapat mengetahui beberapa karakteristik anak khususnya pada jenjang sekolah
dasar, hal ini agar kita dapat mengetahui keadaan peserta didik. Karena sebagai
calon guru kita dituntut dapat menerapkan pembelajaran yang sesuai dengan
keadaan siswanya, maka sangatlah penting bagi seorang pendidik mengetahui
karakteristik siswanya tersebut. Tidak lupa pembelajaran yang kita lakukan
diharapkan dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam pembelajaran
dikelas. Namun dari semua hal itu yang terpenting adalah bagaimana sikap
seorang guru dalam hal ini terkait dengan keahlian dan kemampuan yang dimiliki
dalam diri pendidik (soft skill).
Karena disamping hard skill, soft skill pun sangat dibutuhkan. Karena
dengan memiliki keduanya kita dapat melaksanakan proses pembelajaran yang
bermakna dan dapat membekas bagi seluruh siswa, disamping itu melatih
keterampilan berkominikasi, kemampuan bekerja sama serta memiliki kemampuan
pengelolaan kelas yang baik.
Dengan
kemampuan ini diharapkan pembelajaran yang disampaikan dapat diterima oleh
seluruh siswa dengan baik. Maka dengan jelas bahwa pemahaman yang baik terhadap
karakteristik kebutuhan perkembangan peserta didik di sekolah dasar merupakan
kunci bagi keberhasilan proses pembelajaran. Sebagaimana diungkapkan Hamzah B.
Uno dan Nurdin Mohamad (2011: 261) bahwa dengan memahami siswa dengan baik,
diharapkan kita dapat memberikan layanan pendidikan yang tepat dan bermanfaat
bagi masing-masing anak.
Pentingnya Soft
Skill Bagi Profesi Guru
Kompetensi guru yang
termasuk soft skills adalah
kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial. Kompetensi kepribadian lebih
mengacu pada kematangan pribadi guru secara intrapersonal antara lain mencakup
kematangan moral, etika komitmen, tanggung jawab, kearifan, wibawa, inklusif,
toleransi, dan disiplin. Sementara itu, kompetensi sosial lebih mengacu pada
kematangan guru dalam membangun relasi dengan pihak lain dalam konteks
pendidikan seperti peserta didik, kolega, orang tua murid, asosialsi profesi
lain, dan komunitas lain pada umumnya.
Dikaitkan dengan
kompetensi guru, kompetensi kepribadian merupakan bentuk dari intrapersonal
skills, sementara kompetensi sosial merupakan wujud dari interpersonal
skills. Diantara contoh intrapersonal skills adalah jujur, tanggung
jawab, toleransi, menghargai orang lain, kemampuan bekerja sama, bersikap adil,
kemampuan mengambil keputusan, kemampuan memecahkan masalah, mengelolah
perubahan, mengelola stress, mengatur waktu, melakukan transformasi diri dan
toleransi. Sementara itu diantara wujud interpersonal skills adalah,
kepemimpinan, berkomunikasi dengan pihak lain dan berempati dengan pihak lain.
Jika kita cermati dari
indikator kompetensi kepribadian tersebut, maka munculnya kegelisahan problem
pendidikan karakter Indonesia sebenarnya tidak perlu terjadi jika setiap guru
mampu menghayati kompetensi kepribadian ini. Guru merupakan sosok panutan yang
akan ditiru oleh anak didiknya dan melakukan transformasi diri dan sosial
melalui proses pendidikan. Guru yang berhasil tidak didasarkan pada ukuran
material semata seperti ijazah formal, nilai IPK, jumlah jam mengajar atau
bahkan besarnya gaji yang diterima. Guru dianggap berhasil justru ketika ia
mampu menjadi teladan bagi setiap peserta didik. Jika dikaitkan dengan
indikator kompetensi kepribadian maka guru yang berhasil adalah ketika dia
bertanggung jawab, bermoral, jujur, menghargai orang lain, punya komitmen
tinggi, mau terus belajar, beribawa arif dan bijaksana.
Maka apakah semua itu sudah ada dalam diri
kita sebagai calaon guru? Jujur saya sediri belum memiliki kedua kompetensi
itu. Saya masih belajar dan terus belajar bagaimana menjadi seorang guru yang
memiliki kedua kompetensi tersebut. Dan terus mengasah kemampuan saya dalam
mengajar salah satunya dengan bagaimana memahami setiap karakteristik siswa.
Karena ini salah satu cara saya bagaimana menjadi seorang guru yang
sesungguhnya.
Memahami karakteristik siswa
Maka dengan jelas bagaimana cara kita mengahadapi
berbagai karakteristik anak dengan cara mengetahui karakteristik dan kebutuhan
perkembangan peserta didik. Sementara itu tahap perkembangan tingkah laku
belajar anak sekolah dasar sangat dipengaruhi oleh berbagai aspek dari dalam
diri dan lingkungan yang ada disekitarnya. Kedua hal tersebut tidak mungkin
dipisahkan karena memang proses belajar terjadi dalam interaksi diri siswa dan
lingkungannya. Seperti yang diungkapkan oleh Piaget, setiap anak memiliki cara
tersendiri dalam menginterprestasi dan beradaptasi dengan lingkungannya.
(Rusman: 2010: 250). Dikatakan pula oleh Piaget bahwa pada diri anak terdapat
struktur kognitif yang disebut skema. Dalam memahami dunia mereka secara aktif,
anak-anak menggunakan skema (schema).
Ditegaskan Piaget bahwa ada dua proses yang
bertanggung jawab atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka,
yaitu asimililasi dan akomondasi. Adapun berdasarkan tahapan teori perkembangan
kognitif dari Piaget khususnya dalam hal ini bagi anak kelas II SD usia 7-8
tahun digolongkan ke dalam tahap pemikiran operasional konkret awal. Disamping
itu selain pengintegrasian ranah pembelajaran kognitif, aspek sikap dan
keterampilan dibutuhkan oleh siswa. Dan yang terpenting kita tidak hanya harus
pintar menyampaikan materi tetapi juga harus bisa mengatasi dan memahami
karakter dan sifat siswa yang berbeda-beda. Sampai sekarang saya masih tetap
belajar bagaimana menjadi guru yang baik, guru yang mampu mengajar, mampu
mendidik, mampu menjadi teladan yang baik untuk murid-murid.
Pelajaran yang Didapatkan
Jika ditanya pelajaran apa yang didapatkan ketika melakukan praktik mengajar jawabannya
adalah pengalaman. Banyak orang yang mengatakan pengalaman adalah salah satu
guru terbaik. Maka menurut saya menjadi seorang guru adalah “salah satu pengalaman terbaik”. Pengalaman
saya mengajar ini akan selalu saya ingat, sampai nanti kelak saya menjadi
seorang guru yang sesungguhnya. Hal-hal yang saya lakukan bersama dengan
anak-anak kelas II B merupakan salah satu kenangan yang akan selalu saya
simpan. Mungkin terdengar sedikit aneh, tetapi itulah kenyataanya yang saya
rasakan sekarang. Berkat praktik mengajar ini saya bisa mengeksplor diri saya
sendiri dan mengasah kenampuan dalam mengajar. Sebelumnya memang pernah saya
melakukan praktik mengajar di kelas yakni di depan teman-teman, memang awalnya
cukup gerogi karena saya harus mengajar di depan mereka semua yang seumuran,
meskipun mereka semua seolah-olah siswa sekolah dasar. Namun untuk pertama kali
terjun langsung menjadi seorang guru itu hal yang berbeda.
Adapun perbedaanya
sekarang saya praktik di depan siswa-siswi yang sesungguhnya, melihat bagaimana
tingkah laku dan karakteristik mereka yang beragam. Dan memang bukan hal yang
mudah untuk dilakukan, apalagi saya belum memiliki pengalaman dalam bidang ini.
Tapi alhamdulilah saya dapat melewatinya dengan baik, respon dari anak-anaknya
pun sangat baik. Mereka mau menerima saya dan mengikuti proses pembelajaran
dengan baik. Meskipun pada awalnya saya berpikir apakah saya mampu mengajar dan
mendidik dengan baik, mengelola kelas dengan sempurna, dan dapat membimbing
anak-anak didik saya mengerti dan paham materi yang saya sampaikan. Karena
walaupun persiapan sudah matang, tetap saja perasaan gerogi itu selalu muncul.
Rasanya sama seperti pertama kali saya menjadi seorang murid masih merasa takut
salah, di depan kelas bingung mau berbicara apa dan memulainya dari mana.
Perkenalan
Pertama di Kelas
Pada awal petama kali saya masuk pun respon mereka biasa saja, ada
anak yang terlihat cuwek dan memilih diam saja, ada pula yang aktif bertanya.
Hal ini menambah ke keatakutan saya. Dengan percaya dirinya saya melanjutkan
pembelajaran. Saat pembelajaran dimulai sama seperti biasanya diawali dengan
doa, dan melakukan apersepsi dengan mengabsen siswa. Pada pertemua kali itu
masuk pada tema 3 (Tugasku sehari-hari) sub tema 1 (Tugasku sehari-hari
dirumah) pembelajaran ke 6. Seluruh siswa membuka buku paket mereka begitu pun
saya. Diawali dengan memperlihatkan media, suasana kelas mulai mencair.
Anak-anak tertarik dengan media yang saya bawa, mereka terlihat antusias ketika
saya meminta mereka mengamati media gambar tesebut dan menuliskan beberapa
kalimat terkait gambar tersebut.
Disela-sela pembelajaran saya mengajak mereka bernyanyi marina
menari, hal ini selain membuat mereka senang, ini dilakukan untuk melatih
konsentrasi mereka. Diakhir pembelajaran saya melakukan permainan dalam
permainan ini saya selipkan pertanyaan, hal ini saya lakukan untuk mengetahui
sejauh mana pemahaman mereka terkait materi yang saya sampaikan. Setiap siswa
yang berani maju kedepan dan mejawab pertanyaan dengan benar diberi reward berupa bintang. Mereka terlihat
senang, walaupun hanya diberi sebuah bintang yang saya buat dari karton.
Rasanya bahagia melihat mereka tersenyum dan mengatakan terima kasih kak.
Pembelajaran pada pertemuan pertama pun selesai.
Dilanjutkan pada pertemuan kedua dan pertemuan ketiga. Pada pertemuan kali ini saya masuk kedua
kelas, kelas II A dan kelas II B. Hal ini karena pada saat itu wali kelas dari
kelas II A meminta saya untuk masuk kelas beliau, saya pun menyetujui
permintaan beliau tersebut. Pada awal saya masuk siswa terlihat ribut, ada yang
berjalan-jalan di depan kelas dan sebagian lainnya mengobrol bersama teman
sebangkunya. Saya membuka pembelajaran, dan meminta ketua kelas memimpin doa.
Selanjutnya saya memperkenalkan diri, pada saat masuk pada materi pembelajaran,
ternyata materi pembelajaran dikelas A berbeda dengan dikelas B. Dikelas A guru
menggunakan buku modul, bukan buku pengangan siswa pada kurikulum 2013. Sehingga
saya meminjam salah satu modul siswa untuk melihat materi pebelajaran yang akan
dipelajari pada pertemuan tersebut.
Awalnya saya merasa bingung karena tidak ada persiapan apapun
sebelumnya, namun saya tetap harus melanjutkan pembelajaran dengan baik. Saya
pun mulai menjelaskan materi pembelajaran yang akan dipelajari, seluruh siswa
memperhatikan dengan baik, tetapi ada beberapa siswa laki-laki yang terlihat
ribut, dan asik mengobrol dengan teman sebangkunya. Disela-sela pembelajaran
saya mengajak seluruh siswa untuk tepuk konsentrasi, hal ini dilakukan untuk membuat
seluruh siswa fokus kembali. Dan terakhir pada pertemuan keempat.
Pada pertemuan terakhir ini, saya mengajar seperti biasanya. Ada
lima siswa mereka bernama Ratu, Mesya, Fikri, Moreno dan Assyifa mereka
menghampiri saya dan menanyakan “Kak besok masuk lagi kan?” Tanya mereka. Saya
tersenyum sebari menjawab, “ini hari terakhir kakak mengagajar, besok kalian
belajar seperti biasa didampingi oleh ibu Iis”. Setelah mendengar itu wajah
mereka terlihat sedih. Namun hal itu wajar, karena sudah beberapa pertemuan ini
mereka sangat dekat dengan saya. Ditengah pembelajaran pada saat itu mereka
sedang mengerjakan tugas di mejanya masing-masing. Tadinya saya akan keluar
sebentar untuk pergi ke kelas satu untuk melihat dan membantu teman saya
disana. Namun saat saya akan keluar mereka menahan saya, dan siswa laki-laki
menulis dipapan bor “kakak jangan ke
kelas I (kak Indri)”. Setelah membacanya saya pun terdiam dan tetap didalam
kelas. Baru pertama kali saya merasakan hal seperti ini, walapun saya hanya
praktik mengajar disana, tetapi mereka menghargai saya seperti guru mereka
sendiri.
Pembelajaran pun selesai sebelum pulang saya berpamitan.
Selanjutnya saya membereskan meja guru dan membantu siswa lain piket, saat saya
piket ada beberapa siswa laki-laki masuk kelas. Saya menanyakan “mengapa kalian
tidak pulang, padahal ini bukan jadwal kalian piket”, mereka tersenyum dan
salah satu siswa menjawab, “kita mau nunggu kakak piket”. Ya benar saja setelah
saya selesai piket mereka baru bergegas untuk pulang. Dan inilah salah satu
pengalaman yang paling berkesan selama saya mengajar.
Saya baru mengerti memang benar seorang guru merupakan orang tua kedua
untuk muridnya, oleh karena itu tugas kita bagaimana membuat mereka nyaman
untuk belajar. Perencanaan kegiatan belajar pun kita dituntut untuk pandai
berkomunikasi, menjadi sosok yang bisa mengayomi, seseorang yang bisa
membahagiakan bagi muridnya serta menyebarkan kegembiraan dalam proses
pembelajaran. Disamping itu memiliki intrapersonal skills dan menguasai 4 kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang guru. Semoga kita semua khusunya untuk diri saya sendiri bisa menjadi
seorang guru yang memenuhi kriteria tersebut. Sehingga dapat memberikan ilmu
yang bermanfaat bagi seluruh siswanya.
Demikian artikel pengalaman saya mengajar, semoga dapat bermanfaat
bagi pembaca dan khususnya untuk saya pribadi. Dan terima kasih.
-----000----
Comments
Post a Comment