Sikap Ilmiah
Sikap ilmiah merupakan sikap yang
harus dimiliki para ilmuan karena sikap ilmiah ini merupakan suatu sikap yang
diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah. Sikap adalah manifestasi
operasionalisasi jiwa. Berpikir termasuk tingkat kejiwaan manusia yang disebut
kognisi yang terjadinya adalah kerena adanya kesadaran dalam dirinya yang
memiliki kekuatan rohaniah. Oleh karena berpikir itu selalu mengarah dan
diarahkan kepada suatu objek pemikiran, maka sikap ini merupakan penampakan
dasar pokok bagi pemikiran ilmiah. Jadi ilmiah ini dapat dikatakan sebagai
manifestasi operasionalisasi dari seseorang yang memiliki jiwa ilmiah. Dengan
demikian jiwa ilmiah dapat diketahui dari sikap ilmiahnya sebagai keseluruhan
dan pengejawantahan jiwa ilmiah. Sikap ilmiah ini antara lain nampak pada
sikap, yaitu:
1. Objektif
Sikap
objektif ini diartikan sebagai sikap menyisihkan prasangka – prasangka pribadi
(personal biasa) atau kecenderungan yang tidak beralasan. dengan kalimat
lain dapat melihat secara riil apa asanya mengenai kenyataan objek. Karena
dalam suatu penyelididikan yang dipentingkan adalah objeknya, maka pengeruh
subjek dalam membuat deskripsi, analisis dan hipotesis seharusnya dilepaskan
jauh-jauh. Walaupun tidaklah mungkin kita menemukan objektivitas yang absolute
sebab ilmu itu sendiri merupakan banyaknya akan ituk mewarnainya tetapi sikap
objektif ini sekurang-kurangnya minimal dapat memperkecil pengaruh perasaannya
sendiri dan mempersempit prangka sikap tanpa pamrih. Sebab betapapun kecilnya
pamrih yang tersertakan dalam suatu penijauan tentu dapat memutar balikkan
keadaan yang sebenarnya, bahkan menimbulkan arbitrarisme atau sliptisisme.
2. Serba
relatif
Ilmiah
tidak mempunyai maksud untuk mencari kebenaran mutlak. Ilmu tidak mendasarkan
kebenaran ilmiahnya atas beberapa postulat yang secara apriori dalam ilmu
sering digunakan oleh teori-teori lain. Dan terutama untuk mengugurkan
teori-teori sebelumnya yang sudah diterima.
3. Skeptis
Adapun
yang termasuk sikap skeptis adalah selalu ragu terhadap pernyataan–pernyataan
yang belum cukup kuat dasar bukti, fakta-fakta maupun persaksian- persaksian
autoritas dengan diikuti sikap untuk dapat menyusun pemikiran-pemikiran baru.
Atau sikap ini diatikan juga sebagai sikap tidak cepat puas dengan jawaban
tunggal. Kemudian ditelitinya lagi guna membanding-bandingkan fenomena-fenomena
yang serupa tentang hokum alam, hipotesis, teori, dugaan, dan atau pendapat
pendapat bahkan yang lebih actual lagi.
4. Kesabaran
Intelektual
Sikap
sanggup menahan diri dan kuat untuk tidak menyerah kepada tekanan-tekanan
maupun intimidasi agar kita menyatakan suatu pendirian ilmiah karena agar kita
menyatakan suatu pendirian ilmiah karena memang belum tuntas dan belum cukup
lengkap hasil penelitian kita tentang sesuatu objek kajian ilmiah adalah sikap
utama ahli ilmu.
5. Kesederhanaan
Sebagai
sikap ilmiah, maka kesederhanaan adalah sikap yang ditampilkan dalam cara
berpikir, mengemukakan pendapat dan cara pembuktian. Sikap sederhana adalah
sikap tengah-tengah antara kesombongan intelektual dan stagnasi atau antara
superioritas. Termasuk sikap sederhana adalah sikap terbuka bagi semua
kritikan, berjiwa dan lapang dada, tidak emotif atau egosentris, rendah hati
dan tidak fanatik buta, tetapi penuh toleransi terhadap hal-hal yang
diketahuinya maupun yang belum diketahuinya.
6. Tidak
Memihak pada Etik
Sikap
tidak memihak pada etik dalam mempelajari ilmu maupun dalam dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan, artinya bahwa ilmu itu tidak mempunyai tujuan untuk pada
akhirnya membuat penilaian baik-buruk, karena hal itu adalah menjadi wewenang
ilmu akhlak (Etika) yang menyangkut cara bertingkah laku. Tetapi ilmu memiliki
tugas untuk mengumukakan apa yang betul (true) dan apa yang keliru (false)
secara relative.
7. Menjangkau
Masa Depan
Orang
yang bersikap ilmoah itu mempunyai wawasan yang luas dan pandangan jauh ke
depan (perspektif) serta berorientasi kepada tugasnya. Perkembangan teknologi
dan pesatnya kebudayaan pada umumnya menarik perhatian para ilmuan dan
karenanya ia berpandangan jauh ke masa depan. Sikap ini mendorong dirinya untuk
selalu bersikap penasaran dalam mencari kebenaran (true) dan tidak puas dengan apa yangt ada padanya, juga tidak lekas
berputus asa atau tidak kenal frustasi. Dia senantiasa membuat hipotesis –
hipotesis, analisis-analisis, atau ramalan-ramalan ilmuah, tentang
kemungkinan-kemungkinan itu bukan tentang kemutlakan-kemutlakan.
Hakikat
ilmu tidak berhubungan dengan title profesi atau pangkat kedudukan tertentu.
Hakikat keilmuan ditentukan oleh cara berpikir seseorang yang dilakukan menurut
persyaratan-persyaratan keilmuan, namun demikian perlu diketahui bahwa ilmu
pengetahuan hanya cukup mempelajari gejala alam semesta ini, tata aturan dan hukum-hukumnya,
tanpa perlu mendari asal dan sebab musabab wujudnya dan dipandang sebagai suatu
latihan dalam mencari menyusun, meresapkan dan menghayati nilai-nilai dasar
yang bersifat nisbi (relatif) dan sementara (tentatif).
Sehingga filsafat ilmu tidak
bermaksud memutlakkan ilmu, tetapi mengkaji secara mendalam hakikat ilmu
pengetahuan atau sains. dalam konteks ini, untuk mengetahui hakikat cara
memperoleh pengetahuan perlu mendalami kajian epistemologi ilmu. Dalam hal ini
epistemologi merupakan bagian dari spectrum kajian filsafat ilmu yang banyak
mendapat perhatian para ilmuwan, karena berkenaan dengan hakikat sumber dan
cara memperoleh sains.
Referensi
Franz
Magnis-Suseno. 1992. Filsafat Sebagai
Ilmu Kritis, Yogyakarta, Penerbit
Kanisius
Syafaruddin. 2008. Filsafat Ilmu, Medan: Cipta Pustaka,
Comments
Post a Comment