Epistemologi
Epistemologi berasal dari
bahasa Yunani, episteme dan logos. Episteme biasa diartikan pengetahuan atau
kebenaran, dan logos diartikan pikiran, kata, atau teori. Epistemologi secara
etimologi dapat diartikan teori pengetahuan yang benar dan lazimnya hanya
disebut teori pengetahuan yang dalam bahasa Inggrisnya menjadi theory of knowledge.
Dengan kata lain,
epistemologi adalah bidang ilmu yang membahas pengetahuan manusia, dalam
berbagai jenis dan ukuran kebenarannya. Isu-isu yang akan muncul berkaitan
dengan masalah epistemologi adalah bagaimana pengetahuan itu bisa diperoleh?
Jika keberadaan itu mempunyai gradasi (tingkatan), mulai dari yang metafisik
hingga fisik maka dengan menggunakan apakah kita bisa mengetahuinya? Apakah
dengan menggunakan indera sebagaimana kaum empiris, akal sebagaimana kaum
rasionalis atau bahkan dengan menggunakan intuisi sebagaimana urafa’ (para
sufi)? Oleh sebab itu yang perlu dibahas berkaitan dengan masalah ini adalah
tentang teori pengetahuan dan metode ilmiah serta tema-tema yang berkaitan
dengan masalah epistemologi.
Berbicara tentang
asal-usul pengetahuan maka ilmu pengetahuan ada yang berasal dari manusia dan
dari luar manusia. Pengetahuan yang berasal dari manusia meliputi pengetahuan
indera, ilmu (akal) dan filsafat. Sedangkan pengetahuan yang berasal dari luar
manusia (berasal dari Tuhan) adalah wahyu. Pembahasan epistemologi meliputi
sumber-sumber atau teori pengetahuan, kebenaran pengetahuan, batasan dan
kemungkinan pengetahuan, serta klasifikasi ilmu pengetahuan.
1.
Sumber-Sumber
Pengetahuan
Salah satu pokok pembahasan epistemologi adalah mengenai
sumber-sumber pengetahuan. Setidaknya ada tiga sumber pengetahuan yaitu 1)
akal; 2) indriawi; dan 3) hati (intusi, qalb, fu’ad). Adapun wahyu, dalam hal
ini wahyu yang dikodifikasikan dalam bentuk teks (kitab suci), tidak dimasukkan
sebagai sumber pengetahuan. Karena kitab suci merupakan teks, yang akan
berbicara ketika seseorang membacanya, maka pemahaman seseorang atas teks-teks
suci tersebut yang dimasukkan sebagai sumber pengetahuan (Suteja, 2006).
2. Kebenaran
Pengetahuan
Kebenaran menjadi isu sentral dalam ilmu pengetahuan karena
tujuan dari ilmu pengetahuan adalah untuk mencari kebenaran. Dalam Kamus Umum
Bahasa Indonesia yang ditulis oleh Purwadaminta ditemukan arti kebenaran, yakni
keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang
sesungguhnya). Menurut William James yang dikutip oleh Titus dkk (1984: 344),
kebenaran (truth) adalah yang
menjadikan berhasil cara kita berpikir dan kebenaran adalah yang menjadikan
kita berhasil cara kita bertindak. Sedangkan menurut Louis Kattsoff (1992: 178)
‘kebenaran’ menunjukkan bahwa makna sebuah ‘pernyataan’ artinya, proposisinya
sungguh-sungguh merupakan halnya. Bila proposisinya bukan merupakan halnya,
maka kita mengatakan bahwa proposisi itu “sesat”. Selanjutnya berkaitan dengan
teori kebenaran ada beberapa macam yaitu, teori koherensi, teori korespondensi,
dan teori
kebenaran pragmatis.
3.
Batasan
Pengetahuan
Yang dimaksud dengan ilmu di sini adalah pengetahuan yang hanya
bisa dijangkau oleh akal manusia dan bahkan yang bisa diuji kebenarannya secara
empiris. Sebuah ilmu harus memenuhi standar metodologis dan bisa diuji dengan
menggunakan metode-metode ilmiah. Jika suatu ilmu itu berada di luar jangkauan
pengalaman manusia bagaimana kita bisa menguji kebenarannya dengan standar
metodologis dan metode-metode ilmiah. Pembatasan ruang lingkup ilmu yang
seperti ini nampaknya sangat sempit sekali. Memang hal ini tidak bisa
dilepaskan dari tradisi keilmuan yang berkembang di Barat. Ilmu yang dalam
bahasa Barat disebut dengan science merupakan suatu pengetahuan yang tidak
diragukan lagi kebenarannya karena ia memenuhi standar-standar ilmiah. Ia bisa
dibuktikan secara empiris dan bisa di eksperimentasi. Sehingga suatu ilmu yang
tidak memenuhi kualifikasi itu bukanlah merupakan ilmu. Oleh sebab itu sesuatu
hal yang sifatnya immateri bukan termasuk objek kajian ilmu dan bahkan ia
dianggap tidak ada. Seperti itulah asumsi para saintis tentang ilmu terutama
yang berkembang di dunia Barat.
Ada berbagai macam kalsifikasi ilmu pengetahuan yang diberikan
oleh para ahli. Tapi dalam kesempatan ini saya hanya akan memberikan gambaran
klasifikasi ilmu yang disusun oleh Ibn khaldun dalam kitab al-Muqaddimah. Ia
memberikan gambaran yang sangat komprehensif mulai dari yang paling utama—dalam
arti mencapai tingkat kematangannya—hingga yang paling bawah yaitu ilmu fisik.
Ia membagi ilmu ke dalam dua kategori besar yaitu,
I.
Ilmu-ilmu Naqliyyah (Transmitted Science) yang terdiri dari:
(1) Tafsir al-Qur’an dan Hadist
(1) Tafsir al-Qur’an dan Hadist
(2) Ilmu
fiqih yang meliputi, fiqh, fara’id dan usnul fiqh
(3) Ilmu
Kalam
(4)
Tafsir-tafsir ayat Mutasyabihat
(5) Tasawuf
(6) Tabir
mimpi (ta’bir al-Ru’yah)
II. Ilmu-ilmu
Aqliyyah (Rational Science)
(1) Ilmu logika yang terdiri dari:
a. Burhan (Demonstrasi)
b. Jadal (Dialektika)
c. Khitbah (Retorik)
d. Syi’r (Puitik)
e. Safsathah (Sofistik)
(2) Fisika yang terdiri dari: Minerologi, Botani, Zoologi,
Kedokteran dan Ilmu Pertanian
(3) Matematika yang terdiri dari: Aritmatika meliputi kalkulus dan
aljabar, Geometri meliputi figur sferik, kerucut, mekanika, surveying dan optik
dan Astronomi.
(4) Metafisika yang terdiri dari: ontologi, teologi, kosmologi, dan
eskatologi
Selain
itu, ada kelompok ilmu-ilmu praktis yang meliputi etika, ekonomi dan politik.
Ibn Khaldun juga terkenal sebagai bapak sosiologi Islam yang telah melahirkan
sebuah disiplin ilmu sosial yang disebut ilmu budaya atau yang biasa kita sebut
“sosiologi” yang meliputi: sosiologi secara umum, sosiologi politik, sosiologi
ekonomi, sosiologi kota, dan sosiologi ilmu.
4.
Metode
Ilmiah
Metode
ilmiah ini merupakan langkah-langkah yang harus ditempuh supaya mendapatkan
ilmu pengetahuan yang valid. Oleh sebab itu metode ilmiah ini terdiri dari
beberapa tahapan yang harus dilalui mulai dari awal—yaitu perumusan
masalah—hingga tahap yang paling terakhir yaitu penarikan kesimpulan. Jika
suatu ilmu didapatkan dengan melalui tahapan-tahapan ini kepastian kebenarannya
tidak diragukan lagi. Metode ilmiah pada dasarnya sama bagi semua disiplin
keilmuan baik yang termasuk dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu sosial. Bila
pun terdapat perbedaan dalam kedua kelompok ilmu ini maka perbedaan itu sekedar
terletak pada aspek-aspek tekniknya dan bukan pada struktur berpikir atau aspek
metodologisnya.
Referensi
Toresano, Zilullah Zainab. 2013. Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Sebagai Landasan Penelaah Ilmu.
Diperoleh dari https://zainabzilullah.wordpress.com (9 Oktober 2016)
Comments
Post a Comment