Aliran Progresivisme, Idealisme
Dan
Eksistensialisme
1) Progresivisme
Progresivisme menurut bahasa dapat
diartikan sebagai aliran yang menginginkan kemajuan-kemajuan secara cepat.
Dalam konteks filsafat pendidikan progresivisme adalah suatu aliran yang menekankan,
bahwa pendidikan bukanlah sekedar pemberian sekumpulan pengetahuan kepada
subjek didik, tetapi hendaklah berisi aktivitas-aktivitas yang mengarah pada
pelatihan kemampuan berfikir mereka sedemikian rupa, sehingga mereka dapat
berfikir secara sistematis melalui care-care ihniah seperti memberikan
analisis, pertimbangan, dan perbuatan kesimpulan menuju pemilihan alternatif
yang paling memungkinkan untuk pemecahan masalah yang dihadapi.
Progresivisme juga merupakan pandangan hidup yang selalu berhubungan
dengan pengertian “the liberal road to cultural” yakni liberal dimaksudkan
sebagai fleksibel (Tidak kaku, tidak menolak perubahan dan tidak terikat oleh
dokrin tertentu), curious (Ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan
open-minded (Mempunyai hati terbuka). Serta ingin mengetahui dan menyelidiki
demi pengembangan pengalaman. Dalam hal ini intinya adalah bahwa aliran progresivisme memandang kehidupan
manusia berkembang terus menerus dalam suatu arah yang positif. Apa yang
dipandang benar sekarang belum tentu benar pada masa yang akan datang.
Progresivisme dalam sejarah
Secara historis, progresivisme ini telah muncul pada abad ke-19, namun
perkembangannya secara pesat baru terlihat pada awal abad ke-20, terutama di
negara Amerika Serikat. Sebagai sebuah aliran filsafat pendidikan,
progresivisme lahir sebagai protes terhadap kebijakan-kebijakan pendidikan
konvensional yang bersifat formalis tradisionalis yang telah diwariskan oleh
filsafat abad 19 yang dianggapnya kurang kondusif dalam melahirkan
manusia-manusia yang sejati.
Dalam kesejarahannya, progersivisme muncul dari tokoh-tokoh filsafat
pragmatisme seperti Charles S. Pierce, William James dan John Dewey, Hans
Vaihinger dan eksprimentalisme, seperti Prancis Bacon. Tokoh lain yang memicu lahimya
aliran ini adalah John Locke dengan ajaran tentang teori kebebasan politiknya
dan J.J Rousseau dengan keyakinannya bahwa kebaikan berada dalam diri manusia
dan telah dibawanya sejak lahir dan ialah yang mesti mempertahankan kebaikan
itu agar selalu ada dalam dirinya.
Tokoh-Tokoh Progresivisme
1. William
James (11 Januari 1842 - 26 Agustus. 1910)
William
James seorang psychologist yang lahir di New York pada tanggal 11 januari 1842
dan meninggal pada tanggal 26 Agustus 1910 di Choruroa, New Hemshire. James
berkeyakinan bahwa otak atau pikiran, seperti juga aspek dari eksistensi
organik, harus mempunyai fungsi biologis dan nilai kelanjutan hidup. Dan dia
menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari sebagai bagian dari
mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam. Dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu dipelajari
sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.Jadi James
menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
2. John Dewey
(1859 - 1952)
Teori Dewey tentang sekolah adalah
"Progressivism" yang lebih menekakan pada anak didik dan minatnya
daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child Centered
Curiculum", dan "Child Centered School". Progresivisme
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas.
Filsafat yang dianut Dewey adalah bahwa dunia fisik
itu real dan perubahan itu bukan sesuatu yang tak dapat direncanakan. Perubahan
dapat diarahkan oleh kepandaian manusia. Sekolah mesti membuat siswa sebagai
warga negara yang lebih demokratik, berpikir bebas dan cerdas. Bagi Dewey ilmu
pengetahuan itu dapat diperoleh dan dikembangkan dengan mengaplikasikan
pengalaman, lalu dipakai untuk menyelesaikan persoalan barn. Pendidikan dengan
demikian adalah rekonstruksi pengalaman. Untuk memecahkan problem, Dewey mengajarkan
metode ilmiah dengan langkah-langkah sebagai berikut : sadari problem yang ada,
definiskan problem itu, ajukan sejumlah hipotesis untuk memecahkannya,uji telik
konsekuensi setiap hipotesis dengan melihat pengalaman silam, alami dan tes
solusi yang paling memungkinkan.
3. Hans
Vaihinger (1852 - 1933)
Hans
Vaihinger Menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti praktis. Persesuaian dengan
obyeknya tidak mungkin dibuktikan. Satu-satunya ukuran bagi berpikir ialah
gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk mempengaruhi kejadian-kejadian di
dunia. Segala pengertian itu sebenarnya buatan semata-mata; jika pengertian itu
berguna. untuk menguasai dunia, bolehlah dianggap benar, asal orang tabu saja
bahwa kebenaran ini tidak lain kecuali kekeliruan yang berguna saja.
Dasar
Filosofis Progresivisme
Aliran ini memandang, bahwa yang rill adalah segala sesuatu
yang dapat dialami dan dipraktekkan dalam kehidupan nyata. Manusia adalah
makhluk fisik yang berevolusi secara biologic, social dan psikologis dan karena
itu manusia terus menerus akan berkembang ke arah yang lebih baik dan
pengembangan, karena memang ia adalah organisme yang aktif, yang secara terus
menerus merekonstruksi, menginterpretasi dan mereorganisasikan kembali berbagai
pengalamannya, sehingga manusia akan selalu menemukan pengetahuan untuk,
kemajuan dirinya tanpa henti. Jadi, manusia sesuatu yang hakikatnya ini akan
selalu menunjuk ke arah kemajuan. Esensi kemanusiaan adalah semangat untuk
mengadakan perubahan-perubahan menuju kemajuan-kemajuan. Dan oleh karena itu,
lembaga pendidikan mestilah berfungsi sebagai wahana penumbuhkembangan days
kreafivitas subjek didiknya agar memiliki kemampuan dalam mengatasiberbagai
problem diri dan masyarakatnya, sehingga memiliki semangat mengadakan
pembaharuan-pembaharuan yang berguna bagi pengembangan diri dan masyarakatnya
progresivisme berpendapat bahwa akal manusia bersifat aktif dan selalu ingin
mencari tabu dan meneliti, sehingga ia tidak mudah menerima begitu saja suatu
pandangan atau pendapat sebelum ia benar-benar membuktikan kebenarannya secara
empiris.
Pemikiran Progresivisme Tentang Pendidikan
Pemikiran progresivisme tentang pendidikan
dalam asas pokok aliran ini adalah bahwa manusia selalu tetap survive terhadap
semua tantangan kehidupannya yang secara praktis akan senantiasa mengalami
kemajuan. Oleh karena itu aliran ini selalu memandang bahwa pendidikan tidak
lain tidak bukan adalah proses perkembangan, sehingga seorang pendidik mesti
selalu siap untuk senantiasa memodifikasi berbagai metode dan strategi dalam
pengupayaan ilmu-ilmu pengetahuan terbaru dan berbagai perubahan-perubahan yang
menjadi kecenderungan dalam suatu masyarakat.
Aliran progresivisme sangat memberikan penghargaan yang tinggi terhadap
individualisms anak didik, namun ia juga menjunjung tinggi sikap sosialitas,
sehingga corak aktivitas pembelajaran yang ditonjolkan lebih pada kooperasi
dari kompetisi. Progresivisme juga menempatkan pengajaran bahasa asing, kuno
dan modern sebagai suatu yang dibutuhkan bagi subjek didik sekolah tingkat
menengah pertama, sebab hanya dengan cara demikian pars subjek didik akan dapat
mengenal dunia secara baik dan luas.
2)
Idealisme
Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham
bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita
adalah manifestasi dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme
sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru
muncul atas feed-back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran
tertinggi. Idealisme
menganggap, bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal
pikiran manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau gagasan.
Arti
falsafi dari kata idealisme ditentukan
lebih banyak oleh arti dari kata ide daripada
kata ideal.
W.E. Hocking, seorang idealis mengatakan bahwa kata idea-ism lebih
tepat digunakan daripada idealism. Secara
ringkas idealisme mengatakan bahwa realitas terdiri dari ide-ide,
pikiran-pikiran, akal (mind) atau jiwa (self) dan bukan benda material
dan kekuatan.
Pokok utama
yang diajukan oleh idealisme adalah jiwa mempunyai kedudukan yang utama dalam
alam semesta. Sebenarnya, idealisme tidak mengingkari materi. Namun, materi
adalah suatu gagasan yang tidak jelas dan bukan hakikat. Sebab, seseorang akan
memikirkan materi dalam hakikatnya yang terdalam, dia harus memikirkan roh atau
akal. Jika seseorang ingin mengetahui apakah sesungguhnya materi itu, dia harus
meneliti apakah pikiran itu, apakah nilai itu, dan apakah akal budi itu,
bukannya apakah materi itu.
Paham ini beranggapan bahwa jiwa adalah
kenyataan yang sebenarnya. Manusia ada karena ada unsur yang tidak terlihat
yang mengandung sikap dan tindakan manusia. Manusia lebih dipandang sebagai
makhluk kejiwaan/kerohanian. Untuk menjadi manusia maka peralatan yang digunakannya
bukan semata-mata peralatan jasmaniah yang mencakup hanya peralatan panca
indera, tetapi juga peralatan rohaniah yang mencakup akal dan budi. Justru akal
dan budilah yang menentukan kualitas manusia.
Inti dari
idealisme adalah suatu penekanan pada realitas ide-gagasan,
pemikiran, akal-pikir atau kedirian daripada sebagai suatu penekanan pada
objek-objek & daya-daya material. Idealisme menekankan akal pikir (mind)
sebagai hal dasar atau lebih dulu ada bagi materi, & bahkan menganggap
bahwa akal pikir adalah sesuatu yang nyata, sedangkan materi adalah akibat yang
ditimbulkan oleh akal-pikir atau jiwa (mind). Hal itu sangat berlawanan dengan
materialisme yang berpendapat bahwa materi adalah nyata ada, sedangkan
akal-pikir (mind) adalah sebuah fenomena pengiring.
Jenis-Jenis Idealisme
Ada beberapa jenis idealisme: yaitu idealisme
subjektif, idealisme objektif, dan idealisme personal.
1.
Idealisme
Subjektif
Idealisme
subjektif adalah filsafat yang berpandangan idealis dan bertitik tolak pada ide
manusia atau ide sendiri. Alam dan masyarakat ini tercipta dari ide manusia.
Segala sesuatu yang timbul dan terjadi di alam atau di masyarakat adalah hasil
atau karena ciptaan ide manusia atau idenya sendiri, atau dengan kata lain alam
dan masyarakat hanyalah sebuah ide/fikiran dari dirinya sendiri atau ide
manusia.
Salah satu tokoh terkenal dari aliran ini
adalah seorang dari inggris yang bernama George Berkeley (1684-1753 M). Menurut
Berkeley, segala sesuatu yang tertangkap oleh sensasi/perasaan kita itu
bukanlah materi yang real dan ada secara objektif.
2. Idealisme Objektif
Idealisme Objektif
adalah idealisme yang bertitik tolak pada ide di luar ide manusia. Idealisme
objektif ini dikatakan bahwa akal menemukan apa yang sudah terdapat dalam
susunan alam. Menurut idealisme objektif segala sesuatu baik dalam
alam atau masyarakat adalah hasil dari ciptaan ide universil. Pandangan
filsafat seperti ini pada dasarnya mengakui sesuatu yang bukan materi, yang ada
secara abadi di luar manusia, sesuatu yang bukan materi itu ada sebelum dunia
alam semesta ini ada, termasuk manusia dan segala pikiran dan perasaannya.
Filsuf idealis yang pertama kali dikenal adalah Plato. Ia membagi dunia dalam
dua bagian. Pertama, dunia persepsi, dunia yang konkret ini
adalah temporal dan rusak; bukan dunia yang sesungguhnya, melainkan bayangan
alias penampakan saja. Kedua, terdapat alam di atas alam
benda, yakni alam konsep, idea, universal atau esensi yang abadi.
3.
Idealisme Personal (personalisme)
Idealisme personal yaitu nilai-nilai
perjuangannya untuk menyempurnakan dirinya. Personalisme muncul sebagai protes
terhadap materialisme mekanik dan idealisme monistik. Bagi seorang personalis,
realitas dasar itu bukanlah pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang
khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir.
Idealisme Dalam Sejarah
Secara historis, idealisme
diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347
SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan
bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya
peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan
orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk
meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu,
muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena.
Gagasan-gagasan baru tersebut dapat
mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai
tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada
individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi
peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada
individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal
masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai. Puncak
jaman idealisme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode idealisme.
Aliran filsafat Plato
dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus
yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai
sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal
dan dapat disetujui oleh semua orang. Idealisme
dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada
pemikiran kefilsafatan. Sepanjang sejarah, idealisme juga terkait
dengan agama, karena keduanya sama-sama memfokuskan pada aspek spiritual dan
keduniawian lain dari realitas.
Tokoh-tokoh
Idealisme
a. Plato (477 -347 Sb.M)
Menurut Plato, kebaikan
merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi
contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan
mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk
mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami
sehari-hari.
b. Immanuel Kant (1724 -1804)
Ia menyebut filsafatnya
idealis transendental atau idealis kritis dimana paham ini menyatakan bahwa isi
pengalaman langsung yang kita peroleh tidak dianggap sebagai miliknya sendiri
melainkan ruang dan waktu adalah forum intuisi kita. Dapat disimpulkan bahwa
filsafat idealis transendental menitik beratkan pada pemahaman tentang sesuatu
itu datang dari akal murni dan yang tidak bergantung pada sebuah pengalaman.
c. Pascal (1623-1662)
Kesimpulan dari pemikiran filsafat Pascal antara lain :
a) Pengetahuan diperoleh melalaui dua jalan, pertama
menggunakan akal dan kedua menggunakan hati.
b) Manusia
besar karena pikirannya, namun ada hal yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran manusia yaitu pikiran
manusia itu sendiri. Menurut Pascal manusia adalah makhluk yang rumit dan kaya
akan variasi serta mudah berubah. Untuk itu matematika, pikiran dan logika
tidak akan mampu dijadikan alat untuk memahami manusia. Menurutnya alat-alat
tersebut hanya mampu digunakan untuk memahami hal-hal yang bersifat bebas
kontradiksi, yaitu yang bersifat konsisten. Karena ketidak mampuan filsafat dan
ilmu-ilmu lain untuk memahami manusia, maka satu-satunya jalan memahami manusia
adalah dengan agama. Karena dengan agama, manusia akan lebih mampu menjangkau
pikirannya sendiri, yaitu dengan berusaha mencari kebenaran, walaupun bersifat
abstrak.
c) Filsafat
bisamelakukanapa saja, namun hasilnya tidak akan pernah sempurna. Kesempurnaan
itu terletak pada iman. Filsafat bisa menjangkau segala hal, tetapi tidak bisa
secara sempurna. Karena setiap ilmu itu pasti ada kekurangannya, tidak
terkecuali filsafat.
d. J. G. Fichte (1762-1914 M.)
Ia adalah seorang filsuf
jerman. Ia belajar teologi di Jena (1780-1788 M). Pada tahun 1810-1812 M, ia
menjadi rektor Universitas Berlin. Filsafatnya disebut “Wissenschaftslehre”
(ajaran ilmu pengetahuan). Secara
sederhana pemikiran Fichte: manusia memandang objek benda-benda dengan
inderanya. Dalam mengindra objek tersebut, manusia berusaha mengetahui yang
dihadapinya. Maka berjalanlah proses intelektualnya untuk membentuk dan
mengabstraksikan objek itu menjadi pengertian seperti yang dipikirkannya.
e. F. W. S. Schelling (1775-1854 M.)
Schelling telah matang
menjadi seorang filsuf disaat dia masih amat muda. Pada tahun 1798 M, dalam
usia 23 tahun, ia telah menjadi guru besar di Universitas Jena. Dia adalah
filsuf Idealis Jerman yang telah meletakkan dasar-dasar pemikiran bagi
perkembangan idealisme Hegel.
Inti dari filsafat
Schelling: yang mutlak atau rasio mutlak adalah sebagai identitas murni atau
indiferensi, dalam arti tidak mengenal perbedaan antara yang subyektif dengan
yang obyektif. Yang mutlak menjelmakan diri dalam 2 potensi yaitu yang nyata (alam
sebagai objek) dan ideal (gambaran alam yang subyektif dari subyek). Yang
mutlak sebagai identitas mutlak menjadi sumber roh (subyek) dan alam (obyek)
yang subyektif dan obyektif, yang sadar dan tidak sadar. Tetapi yang mutlak itu
sendiri bukanlah roh dan bukan pula alam, bukan yang obyektif dan bukan pula
yang subyektif, sebab yang mutlak adalah identitas mutlak atau indiferensi
mutlak.
Maksud dari filsafat
Schelling adalah, yang pasti dan bisa diterima akal adalah sebagai identitas
murni atau indiferensi, yaitu antara yang subjektif dan objektif sama atau
tidak ada perbedaan. Alam sebagai objek dan jiwa (roh atau ide) sebagai subjek,
keduanya saling berkaitan. Dengan demikian yang mutlak itu tidak bisa dikatakan
hanya alam saja atau jiwa saja, melainkan antara keduanya.
f.
G.
W. F. Hegel (1770-1031 M.)
Ia belajar teologi di
Universitas Tubingen dan pada tahun 1791 memperoleh gelar Doktor. Inti dari
filsafat Hegel adalahkonsep Geists (roh atau spirit), suatu istilah yang diilhami
oleh agamanya. Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak.
Yang mutlak itu roh atau jiwa, menjelma pada alam dan dengan demikian sadarlah
ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya ide (berpikir).
Pemikiran Idealisme Tentang Pendidikan
Dalam
konteks pendidikan, paham ini mencita-citakan pemikiran atau ide tertinggi.
Secara kelembagaan institusional, maka pendidikan akan didominasi oleh fakultas
atau jurusan filsafat dan pemikiran pendidikan. Di ranah pendidikan dasar, akan
didominasi oleh konsep-konsep dan pengertian-pengertian secara devinitif
tentang segala sesuatu. Tetapi, menurut psikologi perkembangan peserta didik
terdapat tahap-tahap perkembangan pemikiran siswa. Metode
yang digunakan oleh aliran idealisme adalah metode dialektik, syarat dengan
pemikiran, perenungan, dialog, dan lain-lain. Kurikulum yang digunakan dalam
aliran idealisme adalah pengembangan kemampuan berpikir, dan penyiapan
keterampilan bekerja melalui pendidikan praktis.
Evaluasi
yang digunakan dalam aliran idealisme adalah dengan evaluasi esay. Dimana
evaluasi esay ini sangat efektif dalam proses belajar mengajar dan dalam
meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengerjakan soal. Idealisme
merupakan suatu aliran yang mengedepankan akal pikiran manusia. Sehingga
sesuatu itu bisa terwujud atas dasar pemikiran manusia. Dalam pendidikan,
idealisme merupakan suatu aliran yang berkontribusi besar demi kemajuan
pendidikan. Hal tersebut bisa dilihat pada metode dan kurikulum yang digunakan.
Idealisme mengembangkan pemikiran peserta didik sehingga menjadikan peserta
didik mampu menggunakan akal pikiran atau idenya dengan baik dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan.
Idealisme
dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada
pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia
pemikiran modern. Ada dua penganut idealis abad XX yang telah berjuang
menerapkan idealisme dalam bidang pendidikan modern, antara lain: J. Donald
Butler dan Herman H. Horne.
3) Eksistensialisme
Dari sudut
etimologi eksistensi berasal dari kata â€Å“eks†yang berarti diluar dan â€Å“sistensi†yang
berarti berdiri atau menempatkan, jadi secara luas eksistensi dapat diartikan
sebagai berdiri sendiri sebagai dirinya sekaligus keluar dari dirinya. Adapun
eksistensialisme menurut pengertian terminologinya adalah suatu aliran dalam
ilmu filsafat yang menekankan segala sesuatu terhadap manusia dan segala sesuatu
yang mengiringinya, dan dimana manusia dipandang sebagai suatu mahluk yang
harus bereksistensi atau aktif dengan sesuatu yang ada disekelilingnya, serta
mengkaji cara kerja manusia ketika berada di alam dunia ini dengan kesadaran.
Disini dapat disimpulkan bahwa pusat renungan atau kajian dari eksistensialisme
adalah manusia konkret.
Selanjutnya adalah
ciri-ciri dari aliran eksistensialisme yang terdiri dari 2 ciri, yaitu yang
pertama adalah selalu melihat cara manusia berada dan eksistensi sendiri disini
diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi, dan yang
ke-dua adalah manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum
selesai serta didasari dari pengalaman yang konkret atau empiris yang kita
kenal.
Eksistensialisme
Dalam Sejarah
Eksistensialisme merupakan suatu aliran filsafat yang lahir karena latar
belakang ketidak puasan beberapa filusuf yang memandang bahwa filsafat pada
masa Yunani ketika itu seperti protes terhadap rasionalisme Yunani, khususnya
pandangan tentang spekulatif tentang manusia. Intinya adalah Penolakan untuk
mengikuti suatu aliran, penolakan terhadap kemampuan suatu kumpulan keyakinan,
khususnya kemampuan sistem, rasa tidak puas terhadap filsafat tradisional yang
bersifat dangkal dan primitif yang sangat dari akademik. Salah satu latar
belakang dan alasan lahirnya aliran ini juga karena sadarnya beberapa golongan
filusuf yang menyadari bahwa manusia mulai terbelenggu dengan aktifitas
teknologi yang membuat mereka kehilangan hakekat hidupnya sebagai manusia atau
mahluk yang bereksistensi dengan alam dan lingkungan sekitar bukan hanya dengan
semua serba instant.
Latar belakang lahirnya
eksistensialisme, filsafat eksistensialisme lahir dari berbagai krisis atau
merupakan reaksi atas aliran filsafat yang telah ada sebelumnya atau situasi
dan kondisi dunia, yaitu:
a. Materialisme
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Jadi pada prinsipnya manusia hanyalah sesuatu yang material. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
Menurut pandangan materialisme, manusia itu pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Jadi pada prinsipnya manusia hanyalah sesuatu yang material. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang sapi tapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
b. Idealisme
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran. Idealism menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran/kesadaran.
Aliran ini memandang manusia hanya sebagai subyek, hanya sebagai kesadaran. Idealism menempatkan aspek berpikir dan kesadaran secara berlebihan sehingga menjadi seluruh manusia, bahkan dilebih-lebihkan lagi sampai menjadi tidak ada barang lain selain pikiran/kesadaran.
c. Situasi
Dan Kondisi Dunia
Munculnya eksistensialisme didorong juga oleh situasi
dan kondisi di dunia Eropa Barat yang secara umum dapat dikatakan bahwa pada
waktu itu keadaan dunia tidak menentu. Seperti, pemberontakan aliran ini
terhadap alam yang impersonal (tanpa kepribadian) dari zaman industri modern
dan teknologi, serta gerakan massa. Protes terhadap gerakan-gerakan totaliter,
baik gerakan fasis, komunis, yang cenderung menghancurkan atau menenggelamkan
perorangan di dalam massa. Dengan kata lain, kebebasan merupakan hal yang
sangat langka pada saat itu.
Tokoh-tokoh Aliran
Eksistensialisme
Eksistensialisme
sebagai aliran filsafat dikenal pada abad ke -20. Eksistensialisme berasal dari
pemikiran Soren Kierkegaard ( Denmark, 1833-1855), namun Jean Paul Sartre
(1905-1980) yang mempopulerkan aliran ini. Selain dua tokoh di atas, masih
banyak tokoh-tokoh dalam aliran ini. Berikut akan diuraikan para tokoh tersebut:
a) Soren
Kierkegaard
Soren
Aabye Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 – meninggal di
Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun) adalah seorang filsuf
dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark.
Kierkegaard menentang keras pemikiran Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual”.
Kierkegaard menentang keras pemikiran Hegel. Keberatan utama yang diajukannya adalah karena Hegel meremehkan eksistensi yang kongkrit, karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai sesuatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual”.
Inti
pemikirannya adalah eksistensi manusia bukanlah
sesuatu yang statis tetapi senantiasa menjadi, manusia selalu bergerak dari
kemungkinan menuju suatu kenyataan, dari cita-cita menuju kenyataan hidup saat
ini. Jadi ditekankan harus ada keberanian dari manusia untuk mewujudkan apa
yang ia cita-citakan atau apa yang ia anggap kemungkinan. manusia selalu
berkembang, berproses ke arah yang lebih baik. Kesadaran akan diri merupakan
kata kunci, karena melalui kesadaran akan dirinya inilah manusia berproses ke
arah yang lebih baik. Kesadaran akan diri muncul bila manusia memiliki
kebebasan menentukan.
b) Jean
Paul Sartre
Jean
Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris dan meninggal di
Paris, 15 April 1980 pada umur 74 tahun) adalah seorang filsuf dan penulis
Perancis. Ia berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar
Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa
modern di Universitas Sorbone. Ia dianggap yang mempopulerkan aliran
eksistensisme.
Sartre
menyatakan, eksistensi lebih dulu ada dibanding esensi (L’existence précède
l’essence). Manusia tidak memiliki apa-apa saat dilahirkan dan selama hidupnya
ia tidak lebih hasil kalkulasi dari komitmen-komitmennya di masa lalu. Karena
itu, menurut Sartre selanjutnya, satu-satunya landasan nilai adalah kebebasan
manusia (L’homme est condamné à être libre). Ia menekankan pada kebebasan
manusia, manusia setelah diciptakan mempunyai kebebasan untuk menetukan dan
mengatur dirinya. Konsep manusia yang bereksistensi adalah makhluk yang hidup
dan berada dengan sadar dan bebas bagi diri sendiri.
c) Martin
Heidegger
Martin
Heidegger (lahir di Mebkirch, Jerman, 26 September 1889 – meninggal 26 Mei 1976
pada umur 86 tahun) adalah seorang filsuf asal Jerman. Ia belajar di
Universitas Freiburg di bawah Edmund Husserl, penggagas fenomenologi, dan
kemudian menjadi professor disana 1928
Inti
pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara
keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu
dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia
baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda
yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan
mereka. Dengan kata lain, benda-benda materi, alam fisik, dunia yang berada di
luar manusia tidak akan bermakna atau tidak memiliki tujuan apa-apa kalau
terpisah dari manusia. Jadi, dunia ini bermakna karena manusia.
d) Friedrich
Nietzsche
Menurut
Friedrich, manusia yang berkesistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan
untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi
manusia super (uebermensh) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak.
Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan
menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
e) Nicholas
Berdyaev
Berdyaev
dilahirkan di Kiev dalam suatu keluarga militer aristokrat. Ia hidup sendirian
di masa kanak-kanaknya di rumah, dan perpustakaan ayahnya memungkinkannya
banyak membaca. Ia membaca karya-karya Hegel, Schopenhauer, dan Kant ketika
usianya baru 14 tahun dan ia menguasai berbagai bahasa asing. Filsafatnya
dicirikan sebagai eksistensialis Kristen. Ia sangat memperhatikan kreativitas
dan khususnya kemerdekaan dari segala sesuatu yang menghalangi kreativitas.
Berdyaev
adalah seorang Kristen yang saleh, namun ia seringkali kritis terhadap gereja
yang mapan. Sebuah artikel pada 1913 mengecam Sinode Kudus dari Gereja Ortodoks
Rusia menyebabkan ia dituduh menghujat, dan hukumannya adalah pembuangan ke
Siberia seumur hidup. Perang Dunia dan Revolusi Bolshevik membuat ia tidak
pernah diajukan ke pengadilan.
Pandangan
Eksistensialisme tentang Pendidikan
Konsep
pendidikan menurut eksistensialisme adalah pengembangan daya kreatif dalam diri
anak-anak, bukan saja sebagai pribadi atau individu, tetapi anak adalah suatu
realitas. Dengan demikian, pendidikan adalah sama dengan realitas itu sendiri.
Setiap anak dilahirkan dengan sifat-sifat bawaan yang berasal “dari sana”,
yaitu yang diwariskan dari khasanah seluruh ras manusia. Oleh karena itu,
setiap anak dilahirkan dengan ciri khas, namun masih harus dikembangkan, yang
merupakan suatu realitas besar. Apa arti perkembangan daya kreatif? Artinya
adalah panggilan illahi bagi kehidupan yang bersembunyi dalam ketiadaan.
Selanjutnya,
Power (1982; 141-144) menjelaskan, bahwa pendidikan menurut eksistensialisme
mempunyai dua tugas utama, yaitu pemenuhan tujuan-tujuan personal dan
mengembangkan rasa kebebasan dan rasa tanggung jawab. Dalam pemenuhan tujuan-tujuan
personal, sekolah harus berusaha memperkenalkan siswa kepada kehidupan. Mata
pelajaran-mata pelajaran yang ada di sekolah hanyalah sebagai sarana untuk
realisasi dari subyektivitas. Dalam realisasi ini dibutuhkan pula mengadopsi
seperangkat nilai, yaitu suatu kaidah tingkahlaku yang sesuai dengan kehidupan
personal. Nilai dapat bersumber dari pengalaman murni, atau dari warisan
leluhur, atau bersumber dari hukum alam atau hukum supernatural.
Dalam
mengembangkan kebebasan dan rasa tanggung jawab, pendidikan memberikan
kebebasan pada seseorang yang dalam posisi moralnya mampu memilih suatu nilai
yang baik untuk dirinya dan baik untuk orang lain. Pendidikan yang baik ialah
mempersiapkan seseorang agar memiliki kebebasan, dan pada saat yang sama menghargai
kebebasan semua orang lainnya “I am responsible for myself and for all”.
Berkenaan dengan hal tersebut, guru berfungsi sebagai penyampai misi kebebasan
dan tanggung jawab lebih dari sekedar pengajar mata pelajaran-mata pelajaran
yang terdapat dalam kurikulum. Dengan demikian kurikulum dirancang untuk
menghasilkan manusia bebas bukan manusia budak.
Van
Cleve Morris berpendapat bahwa perhatian utama pandangan pendidikan kalangan
Eksistensialisme adalah pada upaya membantu kedirian individu untuk sampai pada
realisasi yang lebih utuh menyangkut preposisi berikut:
1. Aku
adalah subjek yang memilih, tidak bisa menghindari caraku menjalani hidup
2. Aku
adalah subjek yang bebas, sepenuhnya bebas untuk mencanangkan tujuan-tujuan
kehidupanku sendiri.
3. Aku
adalah subjek yang bertanggung jawab, secara pribadi mempertanggungjawabkan
akan pilihan – pilihan bebasku karena hal itu terungkap dalam bagaimana aku
menjalani kehidupanku.
Daftar pustaka
Masruroh.
Laili. 2012. Filsafat-Pendidikan-Aliran-Idealisme.
Diperoleh dari http://laili-masruroh.blogspot.co.id
Muchith, Abdul.
2015. Aliran Eksistensialisme Dalam
Filsafat. Diperoleh dari hhtp://www.kompasiana.com
Sofyan, Deden.
& Febi Febriansyah. 2013. Aliran-Aliran Filsafat: “Idealisme,
Materialisme, Eksistensialisme,
Monisme, Dualisme, dan Pluralisme”.
Diperoleh dari hhtps://harkama.wordpress
Wikipedia. Eksistensialisme.
Comments
Post a Comment