Ontologi
“Secara terminologi, ontologi berasal dari bahasa Yunani
yaitu on atau ontos yang berarti “ada” dan logos yang berarti “ilmu”. Sedangkan
secara terminologi ontologi adalah ilmu tentang hakekat yang ada sebagai yang
ada (The theory of being qua being). Sementara itu, Mulyadi Kartanegara
menyatakan bahwa ontology diartikan sebagai ilmu tentang wujud sebagai wujud,
terkadang disebut sebagai ilmu metafisiska. Metafisika disebut sebagai “induk
semua ilmu” karena ia merupakan kunci untuk menelaah pertanyaan paling penting
yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan, yakni berkenaan dengan hakikat
wujud.
Yang termasuk dalam pembahasan ontologi adalah fisika,
matematika dan metafisika. Fisika sebagai tingkatan yang paling rendah,
matematika sebagai tingkatan tengah-tengah sedangkan teologi sebagai tingkatan
yang paling tinggi. Alasan pembagian tersebut adalah karena ilmu itu ada
kalanya berhubungan dengan sesuatu yang dapat diindera, yaitu sesuatu yang
berbenda, yaitu fisika. Ada kalanya berhubungan dengan benda tetapi mempunyai
wujud tersendiri, yaitu matematika. Dan ada yang tidak berhubungan dengan suatu
benda yaitu metafisika. Ontologi juga sering diidentikkan dengan metafisika,
yang juga disebut dengan proto-filsafat atau filsafat yang pertama atau
filsafat ketuhanan. Pembahasannya meliputi hakikat sesuatu, keesaan,
persekutuan, sebab dan akibat, substansi dan aksiden, yang tetap dan yang
berubah, eksistensi dan esensi, keniscayaan dan kerelatifan, kemungkinan dan
ketidakmungkinan, realita, malaikat, pahala, surga, neraka dan dosa.
Dengan kata lain, pembahasan ontologi biasanya diarahkan
pada pendeskripsian tentang sifat dasar dari wujud, sebagai kategori paling
umum yang meliputi bukan hanya wujud Tuhan, tetapi juga pembagian wujud. Wujud
dibagi ke dalam beberapa kategori, yakni wajib (wajib al-wujud), yaitu wujud
yang niscaya ada dan selalu aktual, mustahil (mumtani’al wujud) yaitu wujud
yang mustahil akan ada baik dalam potensi maupun aktualitas, dan mungkin
(mumkin al-wujud), yaitu wujud yang mungkin ada, baik dalam potensi maupun
aktualitas ketika diaktualkan ke dalam realitas nyata.
Persoalan tentang ontologi ini menjadi pembahasan utama di
bidang filsafat, baik filsafaf kuno maupun modern. Ontologi adalah cabang dari
filsafat yang membahas realitas. Realitas adalah kenyataan yang selanjutnya
menjurus pada suatu kebenaran. Bedanya, realitas dalam ontologi ini melahirkan
pertanyaan-pertanyaan: apakah sesungguhnya realitas yang ada ini; apakah
realitas yang tampak ini suatu realita materi saja; adakah sesuatu di ballik
realita itu; apakah realita ini terdiri dari satu unsur (monisme), dua unsur
(dualisme) atau serba banyak (pluralisme).” Di bawah ini adalah berbagai macam
pandangan tentang ontologi.
a.
Monisme
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh
kenyataan itu hanya satu saja, tidak mungkin dua. Haruslah satu hakikat saja
sebagai sumber yang asal, baik yang asal berupa materi ataupun berupa rohani.
Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Haruslah
salah satunya merupakan sumber yang pokok dan dominan menentukan perkembangan
yang lainnya. Istilah monisme oleh Thomas Davidson disebut dengan Block Universe. Paham ini kemudian
terbagi ke dalam dua aliran yaitu materialisme dan idealisme.
Materialisme menganggap bahwa yang benar-benar ada hanyalah
materi. Sedangkan ruh atau jiwa bukanlah suatu kenyataan yang bisa berdiri
sendiri bahkan ia hanya merupakan akibat saja dari proses gerakan kebenaran
dengan salah satu cara tertentu. Materialisme sering juga disebut dengan
naturalisme artinya bahwa yang benar-benar ada hanyalah alam saja. Sedangkan
yang di luar alam tidaklah ada. Aliran pemikiran ini dipelopori oleh para
filosof pra-sokratik seperti Thales, Anaximandros, Anaximenes, Democritos dan
lainnya.
b.
Dualisme
Aliran ini
berpendapat bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai asal sumbernya,
yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan spirit.
Materi bukan muncul dari ruh dan ruh bukan muncul dari benda. Sama-sama
hakikat. Kedua macam hakikat itu masing-masing bebas dan berdiri sendiri, sama-sama
azali dan abadi. Hubungan keduanya menciptakan kehidupan dalam alam ini. Contoh
yang paling jelas tentang adanya kerja sama ini kedua hakikat ini adalah dalam
diri manusia. Tokoh paham ini adalah Rene Descartes.
c.
Pluralisme
Paham ini berpandangan
bahwa segala macam bentuk merupakan kenyataan. Pluralisme bertolak dari
keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu semuanya nyata.
Pluralisme dalam Dictionary of Philosophy
and Religion dikatakan sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam
ini tersusun dari unsur banyak, lebih dari satu atau dua entitas. Tokoh aliran
ini pada masa Yunani Kuno adalah Anaxagoras dan Empedocles yang menyatakan
bahwa substansi yang ada itu terbentuk dan terdiri dari empat unsur, yaitu
tanah, air, api, dan udara. Tokoh modern aliran ini adalah William James
seorang filosof dan psikolog kenamaan asal Amerika. Ia berpendapat bahwa dunia
ini terdiri dari banyak kawasan yang berdiri sendiri. Dunia bukanlah suatu
universum, melainkan suatu multi-versum. Dunia adalah suatu dunia yang terdiri
dari banyak hal yang beraneka ragam atau pluralis.
d. Nihilisme
Nihilisme berasal dari
bahasa Latin yang berarti nothing atau tidak ada. Sebuah doktrin yang tidak
mengakui validitas alternative yang positif. Istilah nihilisme diperkenalkan
oleh Ivan Turgeniev dalam novelnya Fathers
and Children yang ditulisnya pada tahun 1862 di Rusia. Dalam novel itu
Bazarov sebagai tokoh sentral mengatakan lemahnya kutukan ketika ia menerima
nihilisme. Doktrin tentang nihilisme sebenarnya sudah ada semenjak zaman Yunani
Kuno, yaitu pada pandangan Georgias yang memberika tiga proposisi tentang
realitas. Pertama, tidak ada sesuatu pun yang eksis. Realitas itu sebenarnya
tidak ada. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui. Ini
disebabkan oleh pengindraan itu sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan
kita tentang bahan alam semesta ini karena kita telah dikungkung oleh dilema
subjektif. Ketiga, sekalipun realitas itu dapat diketahui ia tidak akan dapat
kita beritahukan kepada orang lain.
e. Agnostisisme
Paham ini mengingkari
kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda. Baik hakikat materi maupun
hakikat ruhani. Kata agnosticisme berasal dari bahasa Yunani yaitu agnostos
yang berarti “unknown”. A artinya not dan no artinya know. Timbulnya aliran ini
dikarenakan belum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkret
akan adanya kenyataan yang berdiri dan dapat kita kenal. Aliran ini dengan
tegas selalu menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat
transcendent.” Beberapa tokoh aliran ini misalnya Soren Kiekegaar, Heidegger,
Sartre, dan Jasper.
Comments
Post a Comment