Realita Hubungan Filsafat Dengan Ilmu Pengetahuan
Filsafat, ratunya ilmu-ilmu yang muncul tidak terlepas dari
konteks kultural masyarakat dimana ia berkembang. Kritis, adalah kata kunci
yang di pegang oleh semua filosof sepanjang zaman. Bertrand Russel mendefinisikan
filsafat sebagai “daerah tak bertuan” antara teologi dan ilmu pengetahuan, yang
berisi spekulasi terhadap semesta namun juga memiliki sifat rasionalitasdari
otoritas.
Selanjutnya kita berusaha
melihat realita hubungannya,
berdasarkan suatu asumsi,
bahwa keduanya merupakan kegiatan
manusia. Kegiatan manusia dapat
diartikan dalam prosesnya dan juga dalam
hasilnya. Dilihat dari hasilnya,filsafat dan ilmu merupakan hasil dari pada
berpikir manusia secara sadar, sedangkan dilihat dari segi prosesnya, filsafat
dan ilmu
menunjukkan suatu kegiatan
yang berusaha untuk
memecahkan masalah-masalah
dalam kehidupan manusia
(untuk memperoleh kebenaran
dan pengetahuan), dengan menggunakan metode-metode atau
prosedur-prosedur tertentu secara sistematis dan kritis.
Filsafat dan ilmu memiliki hubungan saling melengkapi satu sama lainnya. Perbedaan antara kedua kegiatan
manusia itu,bukan untuk dipertentangkan, melainkan untuk
saling mengisi, saling
melengkapi, karena pada hakikatnya,
perbedaan itu terjadi disebabkan cara pendekatan yang berbeda. Maka dalam hal
ini perlu membandingkan antara filsafat
dan ilmu, yang
menyangkut perbedaan-perbedaan
maupun titik temu antara keduanya
Henderson, memberikan
gambaran hubungan (dalam hal ini perbedaan) antara
filsafat dan ilmu sebagai
berikut:
a)
Ilmu (Science)
Anak filsafat.
1. Analitis; memeriksa semua
gejala melalui unsur terkecilnya untuk
memperoleh gambaran senyatanya menurut bagianya.
2.
Menekankan fakta-fakta
untuk melukiskan objeknya.
3. Menggunakan metode
eksperimen yang terkontrol sebagai cara kerja dan sifat terpenting; menguji
sesuatu dengan menggunakan penginderaan.
b)
Filsafat
Induk ilmu.
1. Sinoptis, memandang dunia dan
alam semesta sebagai
keseluruhan, untuk dapat
menerangkannya, menafsirkannya dan
memahaminya secara keseluruhan.
2. Bukan saja menekankan
keadaan sebenarnya dari
objek, melaikan juga bagaimana seharusnya objek itu. Manusia
dan nilai merupakan faktor penting.
3. Menggunakan semua penemuan
ilmu pengetahuan, menguji
sesuatu berdasarkan pengalaman dengan memakai pikiran.
Ada beberapa titik
pertemuan antara filsafat dan ilmu, yaitu:
a)
Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya
menggunakan metode-metode
reflective thinking didalam menghadapi fakta-fakta dunia dan hidup ini.
b) Filsafat dan ilmu pengetahuan keduanya menunjukkan sikap
kritis dan terbuka,
danmemberikan perhatian yang
tidak berat sebelah
terhadap kebenaran.
c) Ilmu pengetahuan mengoreksi
filsafat dengan jalan menghilangkan sejumlah ide-ide yang bertentangan dengan
pengetahuan yang ilmiah.
d) Filsafat merangkum pengetahuan yang terpotong-potong, yang menjadikan bermacam-macam ilmu dan berbeda-beda, dan menyusun bahan-bahan tersebut kedalam suatu pandangan tentang hidup dan dunia yang lebih menyeluruh dan terpadu.
Filsafat
dan ilmu pengetahuan keduanya sangat penting serta saling melengkapi. Tetapi harus pula saling menghormati dan mengakui
batas-batas dan sifat-sifatnya masing-masing. Ini sering dilupakan, lalu
menimbulkan bermacam-macam kesukaran dan persoalan yang seharusnya dapat
dihindari asal saja orang insyaf akan perbedaan antara kedua ilmu pengetahuan
tersebut. Misalnya seorang dokter
mengatakan: “waktu saya mengoperasi seorang pasien belum pernah saya melihat
jiwanya”, maka ia menginjak lapangan lain,meloncat dari
lapangannya sendiri ke
dalam lapangan filsafat, sehingga
kesimpulannya itu tidak benar lagi.
Berikut
deskripsi filsafat, ilmu pengetahuan dan filsafat ilmu pengetahuan
Filsafat
|
Ilmu
Pengetahuan
|
Filsafat
Ilmu Pengetahuan
|
·
Menggunakan penalaran yang kritis,
refleksif dan integral.
|
· Menerangkan
gejala-gejala secara ilmiah.
|
· Mencoba
melakukan pendekatan kritis dan mendasar tentang pemerolehan ilmu
pengetahuan, langkah-langnya untuk mencapai kebenaran ilmiah.
|
·
Tidak berhenti pada penampakan, tetapi
secara kritis mencapai hakikatnya.
|
· Tujuannya
mencoba menjelaskan gejala-gejala secara rasional.
|
· Mencoba
mengkaji ilmu pengetahuan dari segi ciri-ciri dan cara-cara perolehannya.
|
·
Untuk mencapai hakikatnya, menggunakan
metode kritiis, metode intuituf, metode geometris, metode fenomenologis dsb,
dimana semuanya bersifat kritis, refleksif dan integral.
|
· Menggunakan
metode, yaitu langkah-langkah dalam satu urutan metodologis yang ketat untuk
mendapatkan penjelasan yang subjektif mungkin tentang semesta.
|
· Membongkar
asumsi-asumsi yang tadinya di terima begitu saja dalam ilmu pengetahuan.
|
·
Objek kajian: semesta dalam arti seluas-luasnya.
Contoh: melihat manusia secara
integral dengan alam semesta yang meliputinya, tidak terkotak-kotak.
|
· Objek
kajian bergantung pada disiplin ilmu yang ada. Disiplin ilmu biologi,
sosiologi dan antropologi menjadikan manusia menjadi objek kajiannya, tetapi
dari sudut pandang yang berbeda-beda. Memandang semesta cenderung
terkotak-kotak dan tidak bersifat kritis.
|
Objek
kajian ilmu pengetahuan.
|
Adapun perbedaan prinsip
filsafat dengan ilmu pengetahuan
Dalam mengupas masalah
perbedaan prinsipil antara
filsafat dengan ilmu pengetahuan disini dikemukakan tiga buah
alasan perbedaan yaitu:
1. Penjelasan yang terakhir
Seorang ahli ilmu haya
misalnya mempelajari gejala-gejala “hidup”objeknya ialah makhluk-makhluk yang hidup. Maka ia akan menyelidiki semua pertanyaan-
pertanyaan hidup dari tumbuh-tumbuhan, binatang dan dari manusia pula untuk
diterangkan kemudian. Maka ia mencari
pengetahuan tentang peredaran darah, pencernaan, organ-organ dan sebagainya
serta mencoba menunjukkan semua faktor-faktor yang mempengaruhi hidup itu. Akan
tetapi pembuktian bahwa makhluk hidup yang dipelajarinya itu “hidup”
diterimanya tanpa pembuktian lebih lanjut. Karena hal ini tidak menjadi
lapangan penyelidikannya dan objek materialnya. Seorang filosof sebaliknya yakin bahwa misalnya pencernaan atau
peredaran darah itu tidak habis diterangkan dengan menunjukkan
kelenjar-kelenjar, alat-alat dan sebagainya, melainkan terletak dalam adanya
makhluk itu hidup. Dan apabila ia
mencoba memperoleh pengertian tentang hidup itu sampai pada kesimpulan bahwa
hidup itu bersifat “dapat menggerakkan dirinya sendiri” atau swagerak. Maka ia bertanya terus apakah masalah
bergerak dan mengapakah barang hidup itu bergerak dan barang mati itu tidak bergerak?
2. Keinginan akan syntesis
(akan pandangan yang meliputi keseluruhan)
Ilmu pengetahuan itu
bermacam-macam, banyak, karena kenyataan memang beranekaragam. Didorong oleh keinginan untuk mengerti dengan
lengkap dan mendalam, maka orang membagi-bagi lapangan ilmu pengetahuan menjadi
berbagai macam yang masing-masing mempelajari satu lapangan yang khusus. Dan dalam penghkususan itu masih teru
mengadakan spesialisasi lebih lanjut. Akan tetapispesialisasi dalam lapangan ilmu
pengetahuan khusus itu orang merasakan bahwa bagian-bagian hanya dapat
dimengerti jika dipandang dalam
keseluruhannya. Ilmu pengetahuan
itu bagi jiwa manusia masih terlalu terbatas adanya, terlalu terbagi-bagi pula.
Yang dikehendaki oleh akal budi manusia adalah kesatuan didalam kebanyakeragaam
itu, pandangan yang meliputi seluruh lapangan ilmu pengetahuan.
Sedang dasarnya yang lebih
dalam lagi ialah: bagi seluruh dunia, manusialah yang menjadi pusat dan
puncaknya. Sambil hidup didunia ini
haruslah mencari tujuan hidupnya, serta sesuai dengan harkat dan martabat
manusia artinya dengan sadar bebas merdeka dan
harus menentukan jalannya.
Ia harus menentukan sikap dan kedudukannya terhadap sesama manusia,
terhadap diri sendiri serta terhadap Tuhan pula. Maka diatas hasil-hasil
penyelidikan ilmu pengetahuan itu ia memerlukan suatu pengetahuan lagi yang
lebih luas, meliputi semua lapangan
kehidupannya, dan dengan
mana ia
dapat menempatkan dirinya
sendiri didalam keseluruhannya itu. Pengetahuan inilah yang disebut
“filsafat”.
3. Pertanyaan-pertanyaan
yang timbul dari ilmu pengetahuan itu sendiri
Lain daripada itu ilmu
pengetahuan itu tidak dapat menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang timbul
bagi seseorang manusia, malahan ilmu pengetahuan itu sendiri menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan itu
sendiri. Seperti telah dikatakan tadi,
ilmu hayat misalnya tanpa pembuktian menerima danya makhluk-makhluk hidup. Apabila seorang ahli alam menyelidiki
benda-benda mati,maka ia harus menerima
adanya benda-benda hidup, hal itu
tidak menjadi persoalan bagi mereka dan
berpangkalan pada pengertian dan kejadian-kejadian yang
oleh ilmu pengetahuan
itu dianggap sudah
pasti, tidak memerlukan
pembuktian ataupun penyelidika lagi, begitu
juga dengan ahli kimia dan ahli sejarah. Ini semuanya tidaklah
dipersoalkan atau perlu dibuktikanterlebih dahulu. Ini diterima sebagai
kenyataan. Akan tetapi sementara itu teranglah bahwa ini tidak seterang seperti
anggapan mereka. Bahwa mengenai hal ini
ada persoalan-persoalan juga. Seorang ahli kimia tidak bertanya: “apakah benda
itu” dan mengapa justru benda itu ada?. Ahli sejarah tidak bertanya mengenai:
siapakah sebetulnya pada hakikatnya manusia itu?, mengapa ia hidup di dalam
waktu?, dll.
Akan tetapi pertanyaan pertanyaan seperti ini akan
timbul: “seorang dokter menunjukkan hubungan sebab akibat antara dua gejala
yang diperiksanya, misalnya antara makan dan matinya seseorang pasien itu tadi.
Maka jelaslah bahwa kita sebagai manusia disamping ilmu-ilmu pengetahuan khusus
masih memerlukan suatu ilmu pengetahuan lain lagi, suatu ilmu yang khusus
mempelajari soal-soal seperti
tersebut diatas. Da ilmu pengetahuan itu tidak lain adalah
“filsafat”, filsafatlah yang bertugas dalam hal:
a.
Memberikan kenyataan-kenyataan
yang “terakhir”
b.
Memberikan syntesis
yang diinginkan
c.
Menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul
dari ilmu pengetahuan
Semua ilmu pengetahuan
tentu berdasarkan anggapan bahwa barang-barang yang dipandangnya sebagai objek
itu tentu ada, akan tetapi ilmu-ilmu pengetahuan itu tidak mengatakan sepatah
kata pun tentang:
a.
Apakah yang disebut
“ada” itu?
b.
Apakah hidup itu?
c.
Apakah sebab itu?
d.
Apakah pikiran itu?
e.
Apakah mengerti itu?
Apabila ternyata bahwa
“ada” itu ada tingkatannya, maka dipersoalkan apa arti “ada” itu dalam setiap
tingkatan itu dalam barang-barang mati, dalam tumbuh-tumbuhan, dalam
binatang-binatang dan dalam manusia. Dan apabila ternyata bahwa manusia itu
sendiri belumlah merupakan penjelasan yang terakhir dari kesemuanya itu, maka
diteruskanlah penyelidikannya hingga sampailah ia pada tuhan, sebab pertama dan
tujuannya terakhir dari dunia dan
manusia. Maka jika misalnya ilmu
mendidik dibangun atas keyakinan bahwa manusia memang dapat di didik,
filsafatlah yang membicarakan apakah manusia itu sesungguhnya, apakah dan
mengapakah ia perlu atau mungkin di didik.
Referensi
Anonim. 2011. Hunungan Filsafat dan Pendidikan.
Diperoleh dari
http://dokumen.tips/documents/
(11 Oktober 2016)
H, Elisati. 2012. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan Pdf. Diperoleh dari
http://blogs.itb.ac.id (11 Oktober 2016)
Hadisoenarto, Hamid. Hubungan Filsafat dan Ilmu. Diperoleh dari
hhtp://hamidpakis.blogspot.com
(11 Oktober 2016)
Comments
Post a Comment