Apa Itu Kebenaran Ilmu Pengetahuan
Kebenaran ilmu pengetahuan (lazimnya
disebut kebenaran keilmuan atau kebenaran ilmiah) adalah pengetahuan yang jelas
dari suatu objek materi yang dicapai menurut objek forma (cara pandang)
tertentu dengan metode yang sesuai dan di tunjang oleh suatu sistem yang
relevan. Pengetahuan yang demikian tahan uji, baik dari verifikasi empiris
maupun rasional, karena cara pandang, metode, dan sistem yang dipakai bersifat
empiris dan rasional secara silih berganti. Ada 3 (tiga) teori pokok tentang
kebenaran keilmuan ini, yaitu:
1. Teori saling hubungan (Coherence Theory)
Sering
disebut teori konsistensi, karena mnyatakan bahwa kebenaran itu tergantung pada
adanya saling hubungan di antara ide-ide secara tepat, yaitu ide-ide yang
sebelumnya telah diterima sebagai kebenaran. Bradley (Soetriono dan SRD Rita
Hanafie, 2007) mengatakan, bahwa suatu proposisi itu cenderung benar jika
koheren dengan proposisi benar yang lain, atau jika arti yang dikandungnya itu
koheren dengan pengalaman. Kaum idealis menandaskan bahwa kebenaran tentu
merupakan sifat yang dimiliki oleh ide kita, karena semua hal yang kita ketahui
itu adalah ide-ide, bukan barang atau halnya sendiru.
Oleh
sebab itu kebenaran terletak pada saling hubungan di antara ide-ide tentang sesuatu
yang di tangkap di alam pikiran. Tingkat saling hubungan adalah ukuran bagi
tingkat kebenaran itu sendiri. Semakin saling berhubungan di antara ide-ide
yang makin meluas maka akan menunjukkan kesahihan kebenaran yang semakin jelas
pula.
2. Teori Persesuaian (Correspondence Theory)
Jika
teori koherensi diterima oleh kaum idealis, maka teori korespondensi lebih
diterima oleh kau realis. Teori korespondensi ini mengatakan bahwa seluruh
pendapat mengenai suatu fakta itu benar jika pendapat itu sendiri disebut fakta
yang dimaksud. Dengan kata lain, kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan
tentang fakta dengan fakta itu sendiri. Misalnya terhadap suatu pendapat yang
menyatakan bahwa "di luar hawanya dingin", maka teori ini menuntut
adanya fakta bahwa dingin itu benar adanya atau nyata betada di luat, bukan
hanya ide tentang hawa dingim itu saja. Jika teori koherensi bersifat
rasional-aprioris, maka teori korespondensi ini bersifat empiris-aposterioris.
Selanjutnya jika teori koherensi menekankan adanya saling hubungan di antara
ide-ide secara tepat, logis dan sistematis maka teori korespondensi menekankan
pada apakah ide-ide itu merupakan fakta itu sendiri atau bukan.
Persesuaian
antara arti yang dikandung diberbagai pendapat dengan apa yang merupakan fakta-faktanya
merupakan kriteria bagi teori korespondensi. Menurut Rongers (Calvin Hall,
1995) mengatakan bahwa, kebenaran itu terletak pada kesesuaian antara esensi
atau arti yang diberikan dengan esensi yang terkandung dalam diri hal atau
objek itu sendiri. Tampak jelas dalam pendapat ini bahwa yang bersesuaian itu
adalah esensi objek atau fakta sebagai arti dengan esensi yang terdapat dalam
objek atau faktanya sendiri. Adapun Russel memperjelas dengan mengatakan
perkataan-perkataan yang telah ditentukan, dan kesesuainanya berupa identiknya
arti-arti tersebut.
3. Teori Kegunaan (Pragmatic Theory)
Pragmatisme
mewarnai pandangannya sebagai betikut, pada umumnya teori memandang masalah
kebenaran menurut segi kegunaanya. James mengatakan bahwa "Tuhan itu
ada" adalah benar bagi seseorang yang hidupnya mengalami perubahan.
Kepercayaan yang kuat terhadap adanya Tuhan itu dapat memberikan kesejukan
hati, sehingga ada kemampuan batin untuk menetima segala bentuk perubahan.
Dewey memberikan ilustrasi tentang kebenaran sebagai berikut: dimisalkan kita
sedang tersesat di tengah hutan. Kepada diri sendiri kita berkata dengan yakin
bahwa "jalan keluarnya adalah ke arah kiri". Pernyataan ini akan
berarti jika kita benar-benar melangkah ke arah kiri. Selanjutnya, petanyataan
ini benar apabila arah kiri itu pada akhirnya mengakibatkan konsekuensi
positif, yaitu benar-benar dapat membawa kita keluar dari hutan.
Jadi kebenaran menurut pragmatisme ini
bergantung kepada kondisi yang berupa manfaat (utility), kemungkinan dapat dikerjakan (workability) dan konsekuensi yang memuaskan (satisfactory results).
Ketiga teori kebenaran itu
kelihatanya tidak dapat dipakai sebagai pendoman untuk mengukur kebenaran
realitas sebagai objek materi pada filsafat ilmu pengetahuan karena
masing-masing mempunyai titik-titik kelemahan. Namun secara ontologisme dan
epistemologis tampaknya bisa memberikan jalan keluar bagi pemecahan persoalan
yang muncul dalam realitas itu sendiri. Karena ilmu pengetahuan mempunyai aspek
yang etis maka teori koheren, koresponden, dan pragmatis perlu dipertimbangkan
secara berturut-turut dan betsamaan. Aspek etis ilmu pengetahuan menuntut
kegunaan kebenaran objektif dalam praktik kehidupan sehari-hari, sejauh mana
kebenaran itu membuahkan kinsekuensi praktis yang dapat menunjang terciptanya
kesejahteraan hidup semua umat manusia.
Kebenaran yang selalu diterangkan
dalam konteks kemanusiaan seperti itu sungguh akan dapat mendekatkan hubungan
antara ilmu pengetahuan alam, ilmu sosial, humaniora, dan keagamaan dalam satu
keutuhan yang menyeluruh, karena hanya dengan hubungan yang demikianlah
realitas itu akan dapat menentukan posisi dan fungsinya dalam realitas itu
sendiri.
Sumber
Komara, Endang. 2014. Filsafat Ilmu dan Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika
Aditama
Comments
Post a Comment