Dialektika Zeno
Bila dilihat dari sejarahnya,
Dialektika ini sebenarnya berasal dari kata dialegestai (Yunani) yang berarti
“percakapan”. Para filsuf sebelum Sokrates dari Athena (± 469-399 SM), seperti
Zeno dari Elea (± 490-430 SM), sudah menggunakan istilah ini sebagai suatu nama
untuk metode berpikir. Ini dipakai, terutama, ketika Zeno dari Elea berusaha
untuk mempertahankan pandangan sang guru, Parmenides (± 515-440 SM) yang
menyatakan bahwa “alam semesta itu satu adanya dan tidak ada perubahan di dalamnya”.
Pandangan yang demikian ini dikenal sebagai suatu jenis pandangan yang monistik
tentang semesta.
Sehubungan dengan pikiran Zeno, ada
beberapa uraian menarik yang diberikan olehnya ketika ia sedang berdialektika.
Misalnya, saat ia mengajukan masalah pelik yang membingungkan banyak orang.
Berikut adalah salah satu contoh masalah yang dikemukakannya.
Achilles
tidak dapat memenangi lomba lari melawan kura-kura
|
Membaca masalah di atas, mungkin
kita akan sedikit heran, atau malah bingung. Kok bisa ya filsuf mengemukakan
masalah yang ganjil serupa ini? Ya, saat Achilles dinyatakan tidak bisa menang
melawan kura-kura dalam lomba lari, mungkin ini seperti bualan. Tetapi, kalau
boleh disebut, ini bualan yang paling argumentatif. Sebagai orang Yunani masa itu,
Zeno tahu kalau Achilles adalah seorang pelari yang handal. Bahkan, dalam
mitologi Yunani, Achilles adalah seorang pahlawan pada Perang Troya. Jadi,
kalau Achilles harus bertarung lari dengan seekor kura-kura yang sangat lambat,
maka “sungguh
mustahil sekali” kalau kura-kura bisa menang.
Akan tetapi, di balik masalah
yang Zeno kemukakan, sebenarnya ada suatu persoalan pelik yang hanya bisa dipahami
menggunakan pendekatan fisika maupun matematika untuk mengatakan pandangan Zeno
itu benar. Walalupun demikian, ada syarat tertentu yang diandaikan oleh
pernyataan ini. Syarat ini tiada lain adalah kura-kura harus memulai lari lebih
dahulu daripada Achilles. Kenapa harus seperti itu?
Syarat di atas dibutuhkan dalam
memahami pernyataan Zeno dari sisi fisika maupun matematika. Dari segi fisika,
pernyataan Zeno mendapatkan pembenaran kalau hal ini dikaitkan dengan analisis
mengenai waktu. Misalnya Achilles (A) dan kura-kura (K) memulai lomba pada
waktu 00.00. Saat lomba dilaksanakan, K memulainya terlebih dahulu pada 00.01 dan
A membiarkannya sampai K itu melaju cukup jauh. Dengan kecepatan lari yang
dimilikinya, A berlari mengejar K hingga melampauinya dan menunggu K
menghampirinya kembali.
Menilik cerita lomba di atas,
tentunya A lebih unggul secara kemampuan dan dapat dipastikan siapa
pemenangnya. Namun, dalam kaitannya dengan waktu, justru K yang lebih dahulu
memimpin. Ini karena K memulai lomba pada 00.01. Saat kita memahami ini semua dalam
kerangka waktu, maka A-lah yang akan mengalami kekalahan. Ini karena waktu A
memulai lomba misalnya pada 30.00, setelah menunggu K berjalan cukup jauh.
Dalam teori mengenai waktu, tidak ada sesuatu apapun yang dapat melampaui atau
mendahului waktu. Tidak juga kecepatan cahaya.
Nah, memahami pernyataan Zeno dalam
kaitannya dengan kerangka waktu justru akan dapat membuat kita sadar bahwa
pendapat Zeno ini ternyata ada benarnya. Cara lain untuk memahami pernyataan
Zeno adalah memahaminya dari sisi matematika atau fisika. Berikut ini adalah
uraiannya. Saat A dan K berlomba, dengan K yang memulainya terlebih dahulu, K
ini sebenarnya sedang mengambil suatu posisi terhadap A. Maksudnya membuat suatu
posisi di sini adalah K membuat jarak dengan A dan membuat suatu titik
acuan relatif terhadap A. Ketika K bergerak, maka
posisi itu pun sudah pasti
akan berubah.
Maka, saat A bergerak mendekati posisi K atau
malah melampauinya, sudah pasti jarak antara A dengan K akan berkurang, sama, atau
malah menjauh. Pada saat ini terjadi, posisi A bisa berada di belakang, sama,
atau malah di depan K. Kalau kita menggunakan pola pikir yang biasa dipakai
sebagai dasar analisis, artinya hanya mempertimbangkan jarak sebagai ukuran
pokok dalam memahami persoalan di atas, maka kita akan keliru memahami
pernyataan Zeno. Sebab, Zeno tidak sedang mempertimbangkan jarak sebagai ukuran
pokok. Yang ia pikirkan, mungkin, adalah posisi K yang tidak pernah bisa dijangkau
oleh A. Artinya, saat K mencapai posisi tertentu, ini tidak akan dapat dijangkau
oleh A karena posisi K selalu berubah secara relatif terhadap A. Tentu saja
posisi yang relatif ini masih berlaku saat jarak antara A dan K adalah 0 alias
A = K atau jarak antara A dan K adalah A > K. Dengan ini, kita tidak dapat mengatakan
A itu menang atas K berdasarkan posisinya.
Masih bingung? Kalau bingung, ada
cara alternatif lainnya untuk memahami ini. Zeno itu benar kalau Zeno memang
berpikir “curang”. Ya, seandainya Zeno berpikir demikian, ini juga bukan
sesuatu yang mustahil. Pikiran curang ini adalah dengan membayangkan kalau
Achilles ternyata bukan hanya melawan seekor kura-kura, tapi melawan 1.000 ekor
kura-kura yang bekerja sama dan mirip satu sama lain. Ini mirip cerita rakyat,
lomba lari kancil melawan siput. Sang kancil yang jago lari ternyata dikalahkan
oleh siput yang lambat. Ya karena siput yang “cerdik” meminta bantuan
teman-teman dan kerabatnya yang sama dan identik untuk berjejer di sepanjang
garis lomba.
Sumber
Hidayat, Ade. _____. Persoalan Filsafat. Diperoleh dari
https://www.researchgate.net/profile/Ade_Hidayat6/publication/284442954_Persoalan_Filsafat_Ilmu/.pdf
Comments
Post a Comment