Skip to main content

Kriteria Kebenaran Ilmiah



Kriteria Kebenaran Ilmiah
Dalam menguji suatu kebenaran diperlukan teori ataupun metode yang berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi jalanya pengujian kebenaran. Ada tiga teori tentang kebenaran yang dapat menjadi landasan kebenaran ilmiah atau dalam perspektif ilmu. Jujun S. Suriasumantri (2010) dan Louse Kattsof (2006) mengemukakan beberapa teori tentang kebenaran ilmiah atau ilmu itu:
1.      Teori koherensi (the coherence theory of truth)
Teori ini sering disebut the consistense theory of truth. Berdasarkan teori ini, suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu besifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang di anggap benar. Teori inj merupakan suatu usaha pengujian (tes) atas arti kebenaran. Suatu keputusan benar apabila putusan itu konsisten dengan putusan yang lebih dahulu kita terima, dan kita ketahui kebenaranya. Putusan yang benar yaitu suatu putusan yang saling berhubungan secara logis dengan putusan lainnya yang relevan.
Teori ini dipandang sebagai teori ilmiah, yaitu yang sedang dilakukan dalam suatu penelitian dalam pengukuran suatu pendidikan. Teori koherensi ini tidak bertentangan dengan teori korespondensi. Kedua teori ini lebih bersifat melengkapi. Teori koherensi yaitu pendalaman dan kelanjutan yang diteliti dari teori korespondensi. Teori koheren menganggap suatu petnyataan benar bila di dalamnya tidak ada pertentangan, bersifat koheren dan konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang telah dianggap benar. Dengan demikian, suatu pernyataan dianggap benar jika pernyataan itu dilaksanakan atas pe timbangan yang konsisten dan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya.
Paham koheren tentang kebenaran biasanya dianut oleh para pendukung idealisme, seperti filsuf Britania F.H Bradley (1846-1924). Teori ini sudah ada sejak pra-Sicrates, kemudian dikembangkan oleh Benedictus Spiniza dan George Hegel. Penganut idealisme juga melakukan pendekatan masalah itu melalui epistemologinya. Karena praktik sesungguhnya yang kita kerjakan tidak hanya menunjukkan bahwa ukuran kebenaran yaitu keadaan saling berhubungan, tetapi juga jawaban terhadap pertanyaan "Apa halnya yang kita ketahui?" hal ini memaksa kita untuk menerima paham kebenaran.
2.      Teori korespondensi (the corespondence theory of truth)
Teori ini kadang disebut the accordance theory of truth. Teori ini menjelaskan bahwa suatu keadaan benar bila kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju atau dimaksud oleh pernyataan atau pendapat itu. Berdasarkan teori korespondensi ini, kebenaran atau keadaan dapat di nilai dengan membandingkan antara preposisi dan fakta atau kenyataan yang berhubungan. Apabila keduanya terdapat kesesuaian (correspondence), maka preposisi ini dapat dikatakan memenuhi standar kebenaran.
Teori ini sering dianut oleh realisme atau empirisme. K. Roger ialah seorang penganut realisme kritis Amerika, dengan pendapatnya. Keadaan benar ini terletak dalam kesesuaiam antata esensi atau arti yang kita berikan dengan esensi yang terdapat dalam objeknya. Rumusan teori ini bermula dari Aristorteles (384-322) dan disebut sebagai penggambaran yang definisinya berbunyi "veritasest adaequation intelectuset" yang artinya kebenaran adalah penyesuaian antara pikiran dan kenyataan, yang kemudian teori ini dikembangkan oleh Bertrand Russel (1872-1970) pada zaman modern.
3.      Teori pragmatik (the pragmatic theory of truth)
Menurut William James, pragmatik berasal dari bahasa Yunani "pragma" yang berarti tindakan atau action. Dari istilah practice dan practical dikembangkan dalam bahas inggris. Teori ini kadamg-kadang disebut teori inherensi (inherent theory of truth). Pandangannya yaitu suatu proposisi bernilai benar apabila mempunyai konsekuensi yang dapat digunakan atau bermanfaat.
Pragmatisme menguji kebenaran dalam praktik yang dikenal para pendidik sebagai metofe proyek atau metode problem solving dalam pengajaran. Mereka akan benar-benar hanya jika mereka berguna mampu memecahkan masalah yang ada. Artinya sesuatu itu benar jika mengembalikan pribadi manusia dalam keseimbangan dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme yaitu agar manusia selalu ada di dalam keseimbangan, untuk itu manusia harus mampu melakukan penyesuaian dengan tuntutan lingkungan.
Kaum pragmatis menggunakan kriteria kebenaran dengan kegunaan (untility) dapat dikerjakan (workbility), dan akibat yang memuaskan (satisfactor cinsequence). Oleh karena itu, tidak ada kebenaran yang mutlak atau tetap, kebenaranya tergantung pada manfaat dan akibat. Akibat atau hasil yang memuaskan bagi kaum pragmatis antara lain:
a. Sesuai dengan keinginan dan tujuan
b. Sesuai dengan keterujian suatu eksperimen.
c. Ikut membantu dan mendorong perjuangan untuk tetap eksis.
Teori dikembangkan oleh Charles S. Pierce (1914-1939) dalam tulisannya yang berjudul How to Make Our Ideas untuk pertama kalinya dan diikuti oleh William James dan Jhon Dewey (1852-1859).
4.      Teori performatif (the performative theory of truth)
Teori ini menyatakan bahwa kebenaran diputuskan atau dikemukakan oleh pemegang otoritas tertentu. Dalam fase hidupnya, mausia kadang kala harus mengikuti kebenaran performatif. Pemegang otoritas yang menjadi rujukan bisa pemerintah, pemimpin agama, pemimpin adat, pemnimpin masyarakat dan sebagainya. Kebenaran formatif dapat membawa kepada kehidupan sosial yang rukun, kehidupan beragama yang tertib, adat yang stabil dan sebagainya.
Masyarakat yang mengikuti kebenaran performatif tidak terbiasa berpikir kritis dan rasional. Mereka kurang inisiatif dan inovatif, karena terbiasa mengikuti kebenaran pemegang otoritas. Pada beberapa daerah masyarakatnya masih sangat patuh pada adat, kebiasaan ini seakan-akan keberadaan mutlak. Mereka tidak berani melanggar keputusan pemimpin adat dan tidak terbiasa menggunakan rasio untuk mencari kebenaran.
5.      Teori struktural (the struktural theory of truth).
Teori ini menyatakan bahwa suatu teoru dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu, dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma ini. Banyak sejarawan dan fisuf sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu, ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Paradigma yaitu apa yang dimiliki bersama oleh anggota suatu masyarakat sains, atu dengan kata lain masyarakat sains yaitu orang-orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
Paradigma juga menunjukkan keanekaragaman individual dalam penerapan nilai-nilai bersama yang bisa melayani fungsi esensial ilmu pengetahuan. Fungsi dari paradigma yaitu sebagau keputusan yuridikatif yang diterima dalam hukum yang tidak tertulis. Pengujian suatu paradigma terjadi setelah adanya kegagalan secara berlarut-larut dalam memecahkan masalah yang menimbulkan krisis. Pengujian inu merupakan bagian fari kompetiai di antara dua paradigma yang bersaing dalam merebutkam kesetiaan masyarakat sains. Teori baru yang menang akan mengalami verifikasi.
Adanya perdebatan antara paradigma bukan mengenai kemampua relatif suatu paradigma dalam mecahkan masalah secara tuntas. Adanya jaringan yang kuat dari para ilmuwan sebagai peneliti konseptual teori instrumen dan metodologi merupakan sumber utama yang menghubungkan dengan pemecahan berbagai masalah.

Sumber
Jujun S. Suriasumantri. 2010. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengatar Populer. Jakarta: PT
            Penebar Swadaya
Latif, Mukhtar. 2014. Orientasi Ke Arah Filsafat Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan Epistemologi, Metodologi, Dan Metode Ilmiah

Hubungan Epistemologi, Metodologi, Dan Metode Ilmiah Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melainkan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis (Senn, 2002). Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur ...

Implementasi Dalam Penelitian

Implementasi Dalam Penelitian Pelaksanaan penelitian, baik kuantitatif maupun kualitatif, sebenarnya merupakan langkah-langkah sistematis yang menjamin diperoleh pengetahuan yang mempunyai karakteristik rasional dan empiris. Secara filosofis kedua pendekatan tersebut mempunyai landasan yang berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang didasarkan pada filsafat positivistik. Filsafat positivistik berpandangan bahwa gejala alam dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Proses penelitian dimulai dari proses yang bersifat deduktif, artinya ketika menghadapi masalah langkah pertama yang dilakukan adalah mencari jawaban secara rasional teoretis melalui kajian pustaka untuk penyusunan kerangka berpikir. Bagi penelitian yang memerlukan hipotesis, kerangka berpikir digunakan sebagai dasar untuk menyusun hipotesis. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan dan menganalisis data. Tujuan utama langkah ini adalah un...

Perbedaan Ilmu Dengan Pengetahuan Mistik

Perbedaan Ilmu Dengan Pengetahuan Mistik A.     Ilmu 1.     Hakikat ilmu Ilmu bersifat rasional Contoh: Air selalu menempati ruang 2.     Struktur ilmu Metode ilmiah Contoh: Makhluk hidup yang ada didunia ini selalu berkembang dan tumbuh 3.     Epistimologi ilmu Epistimologi yang mengkaji pengetahuan manusia. Pembagian epistimologi yang meliputi epistimologi umum (memunculkan pertanyaan  ada apa? ), epistimologi khusus (memunculkan pengetahuan yang diproses dan dapat di pertanggung jawabkan, metodologi (mengkaji langkah-langkah praktis untuk memperoleh pengetahuan yang benar).  Pada mulanya sumber pengetahuan adalah akal. Adapun pengembangan yang lain menyatakan pengalaman, nalar, intuisi, keyakinan, otoritas dan wahyu merupakan sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan merupakan sumber dalam rangka mencari kebenaran. Dimana teori kebenaran terdiri atas teori korespondensi, teori koherensi, teori...