Skip to main content

Sejarah Lahirnya Filsafat Islam



Lahirnya Filsafat Islam

 

Berbagai teori telah dikemukakan mengenai asal mula filsafat Islam oleh orang orang-orang yang tahu maupun sebaliknya, atau bahkan menganggap tidak perlu mempelajari sumber aslinya. Satu diantara teori-teori tersebut menyatakan bahwa filsafat Islam lahir berkat masuknya pemikiran Yunani kedalam pemikiran Arab. Dikatakan hanya melalui melalui penerjemahan buku-buku ilmu pengetahuan yang berbahasa Yunani kedalam bahasa Arablah kaum muslimin dirangsang dan dipaksa untuk berpikir, oleh karena banyak ajaran dan kepercayaan yang sampai kepada bangsa Arab melalui karya-karya itu yang bertentangan dengan dasar-dasar agama Islam. Tidak dapat disangkal bahwa ajaran yang dianut oleh Plato dan muridnya Aristoteles bertentangan dengan al-Qur’an dan tidak dapat diterima oleh umat Islam.
kemudian muncul sebuah asumsi bahwa filsafat Islam tidak akan lahir jika pemikiran-pemikiran Yunani tidak masuk ke negeri-negeri Islam dengan ajaran-ajarannya yang berbeda dengan Islam adalah tidak benar adanya, padahal sumber inspirasi yang sesungguhnya dan asli bagi pemikir dan intelektual Islam adalah al-Qur’an dan Hadis.
Sementara itu pemikiran Yunani telah memberikan motivasi kepada sumber inspirasi tersebut, tidak dapat dielakkan lagi bahwa filsafat Islam berhutang budi kepada pemikiran Yunani, akan tetapi masih ada saja ditemukan perbedaan yang signifikan antara pemikir muslim dan pemikir Yunani mengenai Tuhan, manusia, dan alam semesta.
Disisi lain para pemikir dan intelektual Islam pun memasukkan masalah-masalah baru ke dalam filsafat yang asing bagi bangsa Yunani, Misalnya para filusuf muslim menekankan wahyu sebagai salah satu sumber pengetahuan dan membahas sifat kesadaran nubuat, mereka juga memberikan perhatian yang besar kepada soal kehidupan di akhirat, serta pembuatan perhitungan hari kiamat dan pembenarannya menurut ajaran al-Qur’an, selain itu mengenai masalah penciptaan, kebaikan dan kejahatan, kebebasan kehendak dan determenisme dibahas oleh para pemikir muslim dalam kaitannya dengan agama dan kebudayaan mereka. Mereka juga berusaha mendamaikan filsafat dan agama berusaha menunjukkan bahwa tidak ada pertentangan antara keduannya.
Oleh sebab itu, jelaslah bahwa filsafat Islam bukan jiplakan atau hanya sekedar imitasi dari pemikiran Yunani, karena filsafat Islam pertama-tama dan secara khususnya menggarap masalah-masalah yang berasal dari dan mempunyai relevansi bagi umat Islam, hal ini tidak berarti menyangkal hutang budi pemikiran muslim kepada bangsa Yunani, melainkan hanya dimaksudkan untuk meluruskan persoalan saja.
Dari sumber yang berbeda dijelaskan Munculnya filsafat Islam jika ditilik dari sejarahnya, maka akan ditemukan dua faktor pendorong, baik yang dari Islam sendiri (internal) maupun yang dari luar (eksternal).
Menurut Hadariansyah, faktor internal yang mendorong munculnya filsafat Islam tak lain dan tak bukan adalah al-Qur’an, yang di dalamnya terdapat ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir. Adapun faktor eksternal yang mendorong munculnya filsafat Islam adalah adanya penerjemahan buku-buku bahasa Yunani ke bahasa Arab.
Sebagaimana yang sudah tertera dalam sejarah, bahwa filsafat awalnya berasal dari Yunani, selain berkembang di Yunani, orang-orang luar Yunanipun ikut mengembangkan sayapnya di ranah filsafat, terutama orang-orang romawi. Ketika di Romawi sudah mengalami perkembangan, jelaslah bahwa Alexander the Great tak mau kalau perkembangannya stagnan sampai situ saja, lalu ia berinisiatif memperlebar wilayah kekuasaannya ke Afrika Utara dan Asia, ia tak hanya membawa segerombolan tentara, tetapi mengikut sertakan para ilmuan.
Setelah kemenangan dalam genggamannya, kemudian Alexander mencoba mengkombinasikan antara kebudayaan Yunani dengan kebudayaan negeri-negeri yang baru di kuasainya. Terbukti dengan didirikannya pusat-pusat kebudayaan dengan mewujudkan kebudayaan Yunani sebagai intinya. Untuk bagian Barat didirikan pusat kebudayaan yang tepatnya di Athena dan Roma, sedangkan untuk bagian Timur didirikan pusat kebudayaan yang tepatnya di Alexandria (Iskandariyah) Mesir, Antioch di Suriah, Jundisyabur di Mesopotamia, dan Bactra di Persia, bersamaan dengan pristiwa tersebutlah filsafat mulai masuk ke Timur.
Ketika pemerintahan berada di bawah kekuasaan khulafaur rasyidin mereka dapat menaklukan kota-kota penting seperti Mesir, Suriah, Irak, dan Persia dengan sendirinya pun pusat-pusat kebudayaan yang berada di sana dapat beralih tangan kepada mereka. Namun yang menjadi permasalahan pada waktu itu umat Islam belum memberikan perhatian yang lebih terhadap ilmu pengetahuan disertai ketidakbisaan mereka dalam berbahasa Yunani.
Pada masa selanjutnya tepatnya di masa Daulah Abbasiyah berkuasa, terjadi perubahan yang sangat signifikan, yang dulunya umat Islam kurang perhatiannya terhadap Ilmu Pengetahuan berevolusi menjadi umat yang penuh antusias terhadap ilmu pengetahuan.
Harun ar-Rasyid merupakan khalifah di masa Daulah Abbasiyah, beliaulah orang yang pada waktu itu menaruh perhatian yang sangat besar terhadap pengetahuan dan filsafat Yunani, terbukti dengan pernahnya beliau belajar filsafat di Persia dibawah asuhan Yahya ibn Khalid ibn Barmak. Di masa pemerintahannya ia mengadakan kegiatan penerjemahan secara resmi, memang dulu sempat ada juga kegiatan penerjemahan seperti ini namun tidak dilakukan secara resmi. Buku-buku mengenai kedokteranlah yang didahulukan didalam penerjemahan, kemudian baru ilmu pengetahuan-pengetahuan lainnya termasuk filsafat. Awalnya kedalam bahasa Suryani kemudian ke dalam bahasa Arab, namun pada akhirnya penerjemahan langsung ke bahasa Arab.
Kegiatan tersebut terus sampai mencapai puncak kemajuannya di masa pemerintahan khalifah al-Makmun, beliau adalah seorang intelektual yang sangat gandrung terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat. Kemudian mendirikan sebuah wadah penerjemahan sekaligus sebagai perpustakaan yang membantu perkembangan ilmu pengetahuan dan filsafat.
Untuk kepentingan tersebut al-Makmun mengutus para prajuritnya ke pelbagai daerah untuk menemukan buku-buku pengetahuan dan filsafat yang kemudian diterjemahkan kedalam bahasa Arab. Dengan adanya kegiatan penerjemahan tersebut tanpa disadari mulai menarik minat para intelektual dan pemikir Islam untuk mempelajarinya. Sebagian dari mereka setelah mempelajari dan menyerap pemikiran-pemikiran rasional filsafat Yunani tersebut, mulai menciptakan pikiran-pikiran yang rasional juga, dan diwaktu itulah filsafat Islam mulai dikenal.
Dalam perspektif yang lain Asmoro Achmadi mengkronologiskan munculnya filsafat Islam di awali setelah Kaisar Yustianus menutup akademi Neoplatonisme di Athena, beberapa guru besar hijrah ke Kresipon tahun 527, yang kemudian disambut oleh Kaisar Khusrwa tahun 529. Setelah itu di tempat yang baru mengadakan kegiatan mengajarkan filsafat, mereka dalam waktu 20 tahun di samping  mengajarkan filsafat, juga mempengaruhi lahirnya lembaga-lembaga yang mengajarkan filsafat seperti di Alexandrian, Anthipia, Beirut.
Sifat khas orang-orang Arab saat itu yaitu hidup mengembara (kafilah) bergeser pada proses urbanisasi. Kemudian diikuti pudarnya dasar kehidupan asli yang terpendam dalam jiwa Arab, dulu orang-orang Arab mengutamakan kejantanan dalam menghadapi hidup yang serba keras, karena terpengaruh keadaan geografis (luasnya padang pasir), setelah proses urbanisasi mereka terikat oleh birokrasi dan mengalami krisis identitas dalam bidang sosial dan agama (dari pola mengembara menuju pola ketertiban).
Setelah mendapatkan kemapanan mereka mengalami proses akulturasi penguasaan ilmu, maka mulailah mengadakan kontak intelektual yang pada saat itu tersedi warisan pemikiran Yunani. Proses akulturasi tersebut terjadi lewat Via Diffusa (kontak pergaulan sehari-hari) dan Via Bruditorum (kehendak mencari karya-karya Yunani). Proses akulturasi ini mencapai puncaknya dengan didirikannya lembaga-lembaga pengajaran, penterjemahan, dan perpustakaan. Misalnya di tahun 833 H khalifah al-Ma’mun mendirikan Bait al-Hikmah di Baghdad, selanjutnya di tahun 972  H khalifah Hakam mendirikan universitas al-Azhar di Kairo Mesir. Kenyataan inilah yang membuktikan bahwa filsafat Yunani berperan sebagai alat integrasi sosial yang baru. 


Sumber
Esha. Muhammad In’am. 2011.  Percikan Filsafat: Sejarah dan Peradaban Islam. Malang: UIN
Maliki Press













 

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan Epistemologi, Metodologi, Dan Metode Ilmiah

Hubungan Epistemologi, Metodologi, Dan Metode Ilmiah Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melainkan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis (Senn, 2002). Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur ...

Implementasi Dalam Penelitian

Implementasi Dalam Penelitian Pelaksanaan penelitian, baik kuantitatif maupun kualitatif, sebenarnya merupakan langkah-langkah sistematis yang menjamin diperoleh pengetahuan yang mempunyai karakteristik rasional dan empiris. Secara filosofis kedua pendekatan tersebut mempunyai landasan yang berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang didasarkan pada filsafat positivistik. Filsafat positivistik berpandangan bahwa gejala alam dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Proses penelitian dimulai dari proses yang bersifat deduktif, artinya ketika menghadapi masalah langkah pertama yang dilakukan adalah mencari jawaban secara rasional teoretis melalui kajian pustaka untuk penyusunan kerangka berpikir. Bagi penelitian yang memerlukan hipotesis, kerangka berpikir digunakan sebagai dasar untuk menyusun hipotesis. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan dan menganalisis data. Tujuan utama langkah ini adalah un...

Perbedaan Ilmu Dengan Pengetahuan Mistik

Perbedaan Ilmu Dengan Pengetahuan Mistik A.     Ilmu 1.     Hakikat ilmu Ilmu bersifat rasional Contoh: Air selalu menempati ruang 2.     Struktur ilmu Metode ilmiah Contoh: Makhluk hidup yang ada didunia ini selalu berkembang dan tumbuh 3.     Epistimologi ilmu Epistimologi yang mengkaji pengetahuan manusia. Pembagian epistimologi yang meliputi epistimologi umum (memunculkan pertanyaan  ada apa? ), epistimologi khusus (memunculkan pengetahuan yang diproses dan dapat di pertanggung jawabkan, metodologi (mengkaji langkah-langkah praktis untuk memperoleh pengetahuan yang benar).  Pada mulanya sumber pengetahuan adalah akal. Adapun pengembangan yang lain menyatakan pengalaman, nalar, intuisi, keyakinan, otoritas dan wahyu merupakan sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan merupakan sumber dalam rangka mencari kebenaran. Dimana teori kebenaran terdiri atas teori korespondensi, teori koherensi, teori...