Mudah dengan arti kita dapat
mempelajari filsafat tanpa kepayahan, dan sederhana yang berarti kita akan dapat
belajar filsafat tanpa harus dipusingkan oleh teori-teori filsafat yang
njelimet, susah dicerna. Contohnya
adalah Jostein Gaarder, seorang pengajar filsafat dari Oslo, Norwegia, yang
mengarang buku “Sofies verden” (Sophie’s World) sebagai wahana baru untuk
menjelaskan sejarah filsafat melalui novel. Versi Indonesia untuk buku ini
telah diterjemahkan oleh penerbit Mizan dengan judul Dunia Sophie. Gaarder memberikan
contoh untuk mempelajari filsafat dengan enak dan renyah.
Belajar filsafat seringkali
dipandang sebagai sesuatu yang mahal dan mewah. Itu karena dalam pikiran orang
awam, filsuf itu dibayar hanya untuk “melamun”. Oleh karena itu, kita sebaiknya
memilih cara belajar yang lain. Cara belajar lainnya yang mungkin dapat kita
lakukan ada dua macam, yaitu learn by
experience dan learn by guidance.
Cara belajar pertama, difokuskan
pada bagaimana caranya kita mempelajari sesuatu dengan berdasarkan pada
pengalaman yang kita miliki. Sedangkan pada yang kedua, cara belajarnya
terfokus pada petunjuk yang akan mengarahkan kita pada tujuan pembelajaran. Pada
cara belajar yang pertama, belajar filsafat akan menjadi lebih mudah dipahami
bila masalah filsafatnya dikaitkan dan dijelaskan dengan apa yang kita alami
sehari-hari. Contoh untuk uraian ini telah dijelaskan dalam kenapa kita harus
belajar filsafat dalam tulisan Mengapa Belajar Filsafat? dan tulisan yang
berjudul Mulai dari Mana? yang menjelaskan arah kita dalam berfilsafat.
Sedangkan pada cara belajar yang
kedua, inilah yang ditempuh ketika seseorang belajar filsafat di perguruan
tinggi. Namun, model belajar filsafat di perguruan tinggi menjadi tidak efektif
ketika dilaksanakan dalam kelas yang besar dan terdiri dari banyak orang.
Belajar filsafat dengan model learn by
guidance hanya akan berlaku efektif bila diterapkan pada hubungan Guru dan Murid
satu-satu. Artinya, murid ini dibimbing khusus secara pribadi oleh seorang
Guru. Ini mirip ketika seorang mahasiswa mengajukan skripsi sebagai syarat
untuk ujian akhir yang dibantu oleh Dosen Pembimbing.
Dengan memperhatikan model-model
belajar yang telah disebutkan, memang masing-masing cara belajar memiliki kelebihan
dan kekurangannya. Namun, yang terpenting sekarang ini, bagaimana menggunakan
tiga model belajar tersebut secara komplementer (saling melengkapi) ketika kita
belajar filsafat. Oleh karena kita menginginkan belajar filsafat dengan mudah
dan sederhana, maka tentu saja ada cara yang efektif dalam menggunakannya.
Berikut ini, ada beberapa tip
yang bisa digunakan. Untuk tema-tema yang pokok dan mungkin relatif sulit
dicerna, khususnya yang berkaitan dengan tema Filsafat Sistematis dan Filsafat Regional,
Kita sebaiknya menggunakan cara belajar belajar filsafat dengan model learn by guidance. Sebab, cabang filsafat
seperti Logika, Ontologi, Aksiologi, serta Epistemologi tidak setiap orang suka
dan menguasainya.
Apalagi cabang yang sangat khusus
dan berhubungan dengan ilmu lain, misalnya Filsafat Hukum dan Filsafat
Matematika, orang yang belajar ini sedikitnya dituntut untuk menguasai masalah
hukum dan matematika. Terus, berkaitan dengan Filsafat Regional, learn by guidance akan sangat membantu ketika Anda harus
membaca teks-teks orisinal dalam bahasa-bahasa asing (seperti bahasa Inggris,
Perancis, Jerman, Arab, Hindi, Cina), maupun bahasabahasa nusantara (seperti
bahasa Melayu, Batak, Sunda, Jawa, dan bahasa lainnya).
Pertama, untuk tema Filsafat
Historis, bisa menggunakan model learn by
try karena ini relatif mudah dicerna dan dapat dilakukan secara otodidak.
Hal ini dapat terlaksana karena teks sejarah biasanya ditulis dalam gaya
naratif atau cerita. Referensi yang paling baik untuk ini adalah buku Jostein
Gaarder berjudul Dunia Sophie. Kedua, untuk berfilsafat secara mandiri, model
yang paling cocok adalah model learn by
experience. Di sini, usahakan untuk menemukan kaitan yang paling dekat
antara suatu masalah filsafat dengan pengalaman sehari-hari.
Comments
Post a Comment