Skip to main content

Mazhab Dalam Epistimologi


Mazhab dalam Epistimologi
Dalam Epistemologi terdiri dari beberapa mazhab pemikiran diantaranya:
1.      Mazhab Empirisme
Adapun doktrin dan landasan penilaiannya adalah sesuai dengan  pengalaman, bahwa sesuatu hanya dikatakan benar ketika dia bersifat material sehingga keberadaan Tuhan dan yang bersifat non emperik mereka tolak, tokoh-tokohnya antara lain seperti karl Marx, David Home dan John Look, mereka mengatakan bahwa ukuran kebenaran adanya sesuatu harus bisa dibuktikan secara empirik lewat penelitian dan bisa dibuktikan secara ilmiah, padahal kerangka berpikir yang seperti ini akan membawa kita kepada paradigma yang meniadakan keberadaan sesuatu yang bersifat non emperik yang tidak bisa diinderai, dan sebuah konsekwensi logis bila kita memakai prinsip berpikir seperti ini (kerangka berpikir ilmiah), maka kita akan meniadakan Tuhan dan hal-hal yang bersifat metafisika. Ada beberapa pertanyaan yang penulis ingin ajukan kepada kaum emperikal yaitu:
a.   Kalau memang hanya dengan pengalaman kita bisa mengetahui sesuatu maka bagaimana kita bisa meyakini bahwa segi tiga tidak sama dengan segi empat, sedangkan kita tidak mempunyai pengalaman akan hal itu dan belum pernah melihat secara inderawi.
b.  Apakah dengan pengalaman bisa membawa kita kepada sebuah prinsip yang niscaya kebenarannya yang tidak perlu dibuktikan lagi dengan pengalaman.
Dari dua pertanyaan di atas penulis mengira cukup mewakili untuk menguji validitas kebenaran mazhab berpikir emperikal tanpa merasa untuk menghakimi kaum empirisme, namun penulis hanya ingin mengatakan bahwa empirisme bukanlah landasan penilaian dalam menilai sesuatu tapi dia lebih cenderung hanya sebagai methodologi dalam mengumpulkan data-data dalam mengambil keputusan yang bersifat emperikal tanpa harus meniadakan bahwa hal yang sifatnya tidak material juga mempunyai keberadaan hanya saja keterbatasan indera dalam melihat realitas tersebut.
Jika kaum empirisme menjawab pertanyaan pertama bahwa itu berdasarkan pengalaman, maka itu akan membawa mereka kepada kesalahan yang fatal, dan ketika mereka menjawab karena itu rasional, maka dengan sendirinya mereka telah menggugurkan prinsip berpikir mereka, karena ukuran kebenaran dan rasional bukan karena berdasarkan inderawi saja tapi ukuran kebenaran dan rasional sesuatu karena memang dia rasional dan mempunyai nilai kebenaran itu sendiri sebagaimana tersebut di atas bahwa kita tidak pernah melihat segi tiga tidak sama dengan segi empat, akan tetapi kita bisa memberikan penilaian tanpa harus didahului pengalam inderawi untuk melihat hal tersebut sesuai dengan prinsip-prinsip yang sifatnya niscaya lagi rasional, bahwa sesuatu hanya sama dengan dirinya dan tidak mungkin sesuatu itu menjadi bukan dirinya karena dia mustahil keluar dari kediriannya, dalam artian bahwa sesuatu itu terbatas dalam wujud kediriannya.
Pertanyaan yang kedua adalah pertanyaan yang sangat sulit dijawab oleh orang yang mempunyai landasan penilaian yang bedasarkan empirisme karena bagaimanapun pengalaman sifatnya terbatas oleh ruang dan waktu, dan jika seandainya mereka menjawab bahwa pengalamanlah yang akan menentukan penilaian kebenaran dan bisa membawa kita kepada suatu kebenaran yang sifatnya niscaya, maka ini adalah sesuatu yang kontradiksi dari prinsip mereka sendiri, dimana mereka mengatakan bahwa pengalaman adalah ukuran dalam menilai sesuatu, sementara kebenaran yang berdasarkan pada pengalaman akan selalu mengalami perubahan dan tidak menutup kemungkinan mengandung kesalahan didalam mengambil kesimpulan, dimana kesimpulannya kemunginan benar, dan mungkin juga salah, yang menjadi masalah adalah apakah manusia mempunyai keinginan untuk mengambil suatu keyakinan yang sifatnya relatif, ini adalah sesuatu yang mustahil karena manusia selalu merindukan kebenaran yang sifatnya pasti apalagi berkaitan dengan keyakinan dan prinsip hidup.
 Ini adalah beberapa kelemahan dalam Mazhab Empirisme (Kerangka berpikir ilmiah), akan tetapi, tidak bermaksud menghilangkan metode berpikir ilmiah, hanya menempatkan pada wilayah yang proporsional, bahwa doktrin empirisme dan pengalaman lebih cenderung pada wilayah metodologi penelitian dalam pengumpulan data-data yang bersifat empirik, bukan menjadi suatu landasan penilaian yang akan membawa pada pemahaman yang sifatnya niscaya lagi rasional, karena pengalaman sendiri masih perlu diuji oleh pengalaman berikutnya, begitulah seterusnya pengalaman menguji pengalaman dan akan menghasilkan kebenaran relatif.
2.      Mazhab Skriptualisme
Mazhab berpikir skriptualisme mempunyai landasan penilaian berdasarkan teks atau wahyu (kitab suci), bahwa hanya dengan wahyu-lah kita bisa memberikan penilaian terhadap sebuah realitas dan dengan wahyu pulalah kita bisa mengatakan bahwa sesuatu itu benar dan salah, tanpa wahyu maka mustahil kita bisa memberikan sebuah penilaian.

Sumber
Hidayat, Ade. _____. Persoalan Filsafat. Diperoleh dari

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan Epistemologi, Metodologi, Dan Metode Ilmiah

Hubungan Epistemologi, Metodologi, Dan Metode Ilmiah Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melainkan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis (Senn, 2002). Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur ...

Implementasi Dalam Penelitian

Implementasi Dalam Penelitian Pelaksanaan penelitian, baik kuantitatif maupun kualitatif, sebenarnya merupakan langkah-langkah sistematis yang menjamin diperoleh pengetahuan yang mempunyai karakteristik rasional dan empiris. Secara filosofis kedua pendekatan tersebut mempunyai landasan yang berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang didasarkan pada filsafat positivistik. Filsafat positivistik berpandangan bahwa gejala alam dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Proses penelitian dimulai dari proses yang bersifat deduktif, artinya ketika menghadapi masalah langkah pertama yang dilakukan adalah mencari jawaban secara rasional teoretis melalui kajian pustaka untuk penyusunan kerangka berpikir. Bagi penelitian yang memerlukan hipotesis, kerangka berpikir digunakan sebagai dasar untuk menyusun hipotesis. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan dan menganalisis data. Tujuan utama langkah ini adalah un...

Perbedaan Ilmu Dengan Pengetahuan Mistik

Perbedaan Ilmu Dengan Pengetahuan Mistik A.     Ilmu 1.     Hakikat ilmu Ilmu bersifat rasional Contoh: Air selalu menempati ruang 2.     Struktur ilmu Metode ilmiah Contoh: Makhluk hidup yang ada didunia ini selalu berkembang dan tumbuh 3.     Epistimologi ilmu Epistimologi yang mengkaji pengetahuan manusia. Pembagian epistimologi yang meliputi epistimologi umum (memunculkan pertanyaan  ada apa? ), epistimologi khusus (memunculkan pengetahuan yang diproses dan dapat di pertanggung jawabkan, metodologi (mengkaji langkah-langkah praktis untuk memperoleh pengetahuan yang benar).  Pada mulanya sumber pengetahuan adalah akal. Adapun pengembangan yang lain menyatakan pengalaman, nalar, intuisi, keyakinan, otoritas dan wahyu merupakan sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan merupakan sumber dalam rangka mencari kebenaran. Dimana teori kebenaran terdiri atas teori korespondensi, teori koherensi, teori...