Struktur Ilmu
Filsafat
“Ilmu” berasal dari bahasa Arab
“alima” sama dengan kata dalam bahasa Inggris “Science” yang berasal
dari bahasa Latin “Scio” atau “Scire” yang kemudian di
Indonesiakan menjadi Sains. Thomson dalam Sidi Gazalba menggambarkan
"Ilmu" adalah pelukisan fakta-fakta pengalaman secara lengkap dan
konsisten dalam istilah-istilah yang sesederhana mungkin, pelukisan secara
lengkap dan konsisten itu melalui tahap pembentukan definisi, melakukan
analisa, melakukan pengklassifikasian dan melakukan pengujian” (Sidi Gazalba,
Jakarta 1973. h. 54-55).
Jujun S. Suriasumantri
menggambarkannya dengan sangat sederhana namun penuh makna “Ilmu adalah seluruh
pengetahuan yang kita miliki dari sejak bangku SD hingga Perguruan Tinggi”.
Beerling, Kwee, Mooij dan Van Peursen menggambarkannya lebih luas “Ilmu timbul
berdasarkan atas hasil penyaringan, pengaturan, kuantifikasi, obyektivasi,
singkatnya, berdasarkan atas hasil pengolahan secara metodologi terhadap arus
bahan-bahan pengalaman yang dapat dikumpulkan”. (Beerling, Kwee, Mooij, Van
Peursen, Yogyakarta, 1990, h. 14-15). Sehingga dengan demikian, ilmu adalah
kumpulan pengetahuan secara holistik yang tersusun secara sistematis yang
teruji secara rasional dan terbukti empiris.
Struktur ilmu dalam filsafat ilmu merupakan
bagian yang penting dipelajari mengingat ilmu merupakan suatu bangunan yang
tersusun bersistem dan kompleks. Melalui ilmu kita dapat menjelaskan, meramal
dan mengontrol setiap gejala-gejala alam yang terjadi. Tujuan akhir dari
disiplin keilmuan yaitu mengembangkan sebuah teori keilmuan yang bersifat utuh
dan konsisten Makin tinggi tingkat keumuman suatu konsep maka makin teoritis
konsep tersebut. Makin teoritis suatu konsep maka makin jauh penyataan yang
dikandungnya. Ilmu-ilmu murni berkembang menjadi ilmu-ilmu terapan. Ilmu-ilmu
terapan ini akan melahirkan teknologi atau peralatan-peralatan yang berfungsi
sebagai sarana yang memberi kemudahan dalam kehidupan.
Dari pemaparan diatas dapat kita
menarik kesimpulan, yaitu dengan mengetahui struktur dari ilmu ini maka dapat
kita bedakan nantinya pemahaman dari sejauh mana kajian mengenai gejala-gejala
alam. Bekal ini pula yang nantinya kita pergunakan dalam penelitian-penelitian
yang akan kita lakukan. Tampaknya akal budi manusia tidak mungkin berhenti berpikir,
hasrat mengetahui ilmuan tidak dapat padam, dan keinginan berbuat seseorang
tidak bisa dihapuskan. Ini berarti perkembangbiakan pengetahuan ilmiah akan
berjalan terus dan pembagian ilmu yang sistematis perlu dari waktu ke waktu
diperbaharui.
Sumber
Suriasumantri,J.S. (1985). Filsafat Ilmu suatu Pengantar Populer. Jakarta: Sinar
Harapan.
Comments
Post a Comment