Kritik Paham Rasionalisme Terhadap Empirisme
Selanjutnya
dikatakan ada kritik dari paha rasionalisme terhadap paham empirisme, bahwa
metode empiris tidak memberi kepastian tetapi hanya sampai pada probabilitas
yang tinggi. Kritik ini dituangkan dalam pemikiran sebagai berikut
1.
Metode empiris
Dalam
sains maupun dalam kehidupan sehari-hari, biasanya bersifat sepotong-sepotong (piece meal). Menurut pengakuan kaum
rasionalis, mereka mencari kepastian dan kesempurnaan yang sistematis.
Penelitian mereka dalam matematika, khusus geometri, mencoba tidak mempercayai
pengalaman, tetapi hhanya berdasarkan suatu penalaran. Menurut mereka,
penalaran memadai untuk menyusun aksioma dasar yang universal yang
memuungkinkan kita dapat mengambil khusus aksioma tersebut.
Aksioma
merupakan “self evident”, dan dapat
dipercaya, bebas dari pengalaman. Oleh karena itu, pengalaman tidak akan dapat
membuktikan bahwa aksioma itu salah. Aksioma akan memberikan dasar bagi semua
pengetahuan dan kepercayaan. Kesimpulannya, bersifat mandiri, yaitu suatu
kesatuan yang bersistem.
2.
Pengetahuan empiris (empirical knowledge)
Pengetahuan
empiris diperoleh atas bukti pengindraan dengan penglihatan, pendengaran, dan
sentuhan indra lainnya, sehingga kita memiliki konsep dunia di sekitar kita.
Paradigma pengetahuan empiris yaitu sains, yang hipotesis sains diuji dengan
observasi atau eksperimen. Aliran yang menjadikan empiris (pengalaman) sebagai
sumber pengetahuan disebut empirisme. Empirisme merupakan aliran dalam filsafat
yang membicarakan pengetahuan. Empirisme beranggapan bahwa pengetahuan dapat
diperoleh melalui pengalaman, dengan jalan observasi atau pengindraan.
Pengalaman merupakan faktor fundamental dalam pengetahuan sehingga merupakan
sumber dari pengetahuan manusia.
Apa yang
kita ketahui berasal dari segala apa yang kita dapatkan melalui alat indra.
Pengalaman merupakan proses interaksi antara manusia dan lingkungannya.
Pengalaman tidak hanya sekedar dunia fakta, tetapi termasuk pula dunia
peneliian yang dalam pengertian ini termasuk dunia sains. Pengalaman bukanlah
sesuatuyang bertentangan dengan akal, melainkan melibatkan akal sebagai bagian
integral dari pengalaman. Dalam sains modern, para ahli sains menaruh perhatian
pada kontrol observasi dan eksperimen tidak semata-mata pada persepsi indra,
secara umum dari pengalamn akan bersifat sementara, dan dimulai dari bentuk
hipotesis. Oleh karena itulah, teori atau hukum yang dapat diubah sesuai dengan
hasil temuan yang baru yang berdasarkan pengalaman.
3.
Pengetahuan otoritas (authoritative knowledge)
Kita menerima suatu pengetahuan itu benar
bukan karena telah mengeceknya di luar dari kita, melainkan telah dijamin oleh
otoritas (suatu sumber yang berwibawa, memiliki hak) dilapangan. Kita menerima
pendapat orang lain, karena ia ialah seorang pakar dalam bidangnya. Misalnya,
kita menerima petuah agama dari seorang kiai, karena beliau merupakan orang
yang sangat ahli dan menguasai sumber aslinya (Al-Qur’an dan Sunnah). Kita
sering mengutamakan pandangan kita dengan mengutip dari ensiklopedia atau hasil
karya tulis para pakar terkenal. Pada zaman kerajaan, sabda raja merupakan
petuah yang dianggap benar tidak salah karena raja merupakan manusia yang
paling berkuasa.
Sumber
Latif,
Mukhtar. 2014. Orientasi Ke Arah Filsafat
Ilmu. Jakarta: Prenadamedia Group
Comments
Post a Comment