Substansi
Filsafat Ilmu
Telaah tentang substansi
filsafat ilmu menurut Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu
substansi yang berkenaan dengan,
1. Fakta
atau kenyataan
2. Kebenaran
(truth)
3. Konfirmasi,
dan
4. Logika
inferensi
Keempat substansi tersebut di atas dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Fakta atau kenyataan
memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang
melandasinya. Pertama, positivistic berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila
ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya. Kedua,
fenomenologik memiliki 2 (dua) arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan
ini. Yang pertama menjurus kea rah korespondensi yaitu adanya korespondensi
antara ide dengan fenomena. Dan yang ke dua menjurus kea rah koherrensi
moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai. Ketiga,
rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empiris
dengan skema rasional. Keempat, realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu
nyata, bila ada koherensi antara empiris dengan objektif, dan kelima,
pragmatism memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi.
Di sisi lain, Lorens
Bagus (1996) memberikan penjelasan tentang fakta objektif dan fakta ilmiah.
Fakta objektif yaitu peristiwa, fenomena atau bagian realitas yang merupakan
objek kegiatan atau pengetahuan praktis manusia. sedangkan fakta ilmiah
merupakan refleksi terhadap fakta objektif dalam kesadaran manusia. fakta
ilmiah merupakan dasar bagi bangunan teoretis. Tanpa fakta ini bangunan
teoritis itu mustahil. Fakta ilmiah tidak terpisahkan dari bahasa yang
diungkapkan dalam istilah dan kumpulan fakta ilmiah membentuk suatu deskripsi
ilmiah.
Kebenaran (truth), sesungguhnya terdapat berbagai
teori tentang rumusan kebenaran. Namun secara tradisional, kita mengenal 3
(tiga) teori kebenaran yaitu koherensi, korespondensi dan pragmatik. Menurut,
Michel William terdapat 5 macam teori kebenaran dalam ilmu yaitu: kebenaran
korehensi, kebenaran korespondensi, kebenaran performatif, kebenaran pragmatik,
dan kebenaran proposisi. Selanjutnya, Noeng Muhadjir menambahkan satu teori
lagi yaitu kebenaran paradigmatik.
Selanjutnya kebenaran
konfirmasi, yakni fungsi ilmu adalah menjelaskan, memprediksi proses dan produk
yang akan datang, atau memberi pemaknaan. Pemaknaan tersebut dapat ditampilkan
sebagai konfirmasi absolut atau probabilistik. Menampilkan konfirmasi absolut
biasanya menggunakan asumsi, postulat atau aksioma yang sudah dipastikan benar.
Tetapi tidak salah bila mengeksplisitkan asumsi dan postulatnya. Sedangkan
untuk membuat penjelasan, prediksi atau pemaknaan untuk mengejar kepastian
probabilistik dapat ditempuh secara induktif, deduktif atau reflektif.
Dan yang terakhir yakni
logika inferensi yang berpengaruh lama sampai perempat akhir abad XX adalah
logika matematika, yang menguasai positivisme. Positivistic menampilkan
kebenaran korespondensi antara fakta. Fenomenologi Russel menampilkan
korespondensi antara yang dipercaya dengan fakta. Belief pada Russel memang memuat moral, tapi masih bersifat
spesifik, belum ada skema moral yang jelas, tidak general sehingga inferensi
penelitian berupa kesimpulan kasus atau kesimpulan ideografik. Sementara menurut,
Jujun Suriasumantri (1996: 46-49) menjelaskan bahwa penarikan kesimpulan baru
dianggap sahih kalu penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara
tertentu, yakni berdasarkan logika, baik secara induksi maupun deduksi.
Sumber
Komara,
Endang. 2014. Filsafat Ilmu dan
Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika
Aditama
Comments
Post a Comment