The
Knower, Nalar dan Knowledge
Manusia
sebagai The Knower, sudah menjadi
kehendak Allah bahwa manusia diberi kemampuan untuk mengetahui (dalam arti
luas), suatu kemampuan yang tidak diberikan kepada ciptaan-ciptaan lainnya.
Secara analitik, kemampuan untuk mengetahui itu dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.
Kemampuan kognitif
Kemampuan untuk
mengetahui (dalam arti kata yang lebih dalam seperti mengerti, memahami,
menghayati) dan mengingat yang diketahui itu. Landasan kognitif adalah rasio
atau akal. Kognisi an sich bersifat
netral.
2.
Kemampuan afektif
Kemampuan
untuk merasakan tentang yang diketahuinya itu, ialahh rasa cinta (love) dan rasa indah (beauty). Bila kognisi bersifat netral,
maka afeksi sudah tidak netral lagi. Baik rasa cinta maupun rasa indah, kedua-duanya
merupakan kontinum dengan ujung-ujung yang bersifat polar (cinta-benci,
baik-buruk). Landasan afeksi adalah rasa atau qalbu, dan disebut hati nurani. Rasa inilah yang menghubungkan
manusia dengan kegaiban dan rasa inilah yang merupakan sumber kreativitas
manusia.
Dengan
rasa inilah manusia menjadimanusiawi, atau dengan kata lain bermoral. Tidak
berlebihan bila dikatakan bahwa rasalah yang menjadi tiang kemanusiaan. Namun
rasa tidak mempuyai patokan seperti halnya ratio.
Disilah letak bahaya manusia, oleh karena itu rasa merupakan keagungan
sekaligus kelemahan manusia (polarity).
3.
Kemampuan konatif
Kemampuan untuk
mencapai apa yang dirasakan itu. Kondisi awal adalah will, kemauan, keinginan dan hasrat, yaitu daya dorong untuk
mencapai (atau menjauhi) segala apa didiktekan oleh rasa. Rasalah yang
memutuskan apakah sesuatu itu dicintai atau dibenci, dinyatakan indah atau
dinyatakan buruk, dan menjadi sifat manusia untuk mengingat atau mendekati yang
dicintai dan yang diiyakan inda, dan sebaliknya untuk menjauhi yang dibenci dan
dinyatakan buruk. Adapun kekuatan manusia untuk bergerak mendekati atau enjauhi
disebut kemampuan konatif.
Dari
ketiga kemampuan manusia itu, kognitif, afektif, dan konatif, kemampuan
afektiflah yang menjadi titik pusat. Adapunkemampuan kognitif atau rasio,
kemampuan konatif atau will, hanya
mengiringi apa yang telah diputuskan oleh rasa. Satu hal lagi yang perlu
dibahas dari sifat manusia sebagai the
known adalah kesadaran manusia yang merupakan dasar yang lebih dalam bagi
berfungsinya ketiga kemampuan tersebut. Kesadaran atau countinousness manusia merupakan “bukti” dari keberadaanya. Seperti
diucapkan oleh Descartes, cogito ergo sum
(saya berpikir maka saya ada).
Maka
kita dapat menambahkan bahwa karena berpikir itu hanya dapat dilakukan dalam
keadaan sadar, maka kesadaralanlah yang
merupakan dasar yang lebih dalam.
Sumber
Komara,
Endang. 2014. Filsafat Ilmu dan
Metodologi Penelitian. Bandung: PT Refika
Aditama
Comments
Post a Comment