Skip to main content

Filsafat Kenabian



Filsafat Kenabian
Teori kenabian dalam agama Islam telah menjadi perdebatan sengit yang belum berhenti hingga saat ini. Sayangnya, perhatian umat Islam terhadap tema ini tidak terlalu besar. Salah satu tokoh Islam klasik yang menaruh perhatian besar atas teori kenabian ini adalah Ibnu Sina, dalam sejarah Islam, perdebatan tentang wacana kenabian diwakili dua kubu. Kubu pertama adalah kaum ortodoks yang direpresentasikan oleh para teolog Sunni. Dalam pandangan kelompok ini, Nabi atau kenabian merupakan sebuah anugerah dari Tuhan kepada manusia. Oleh karenanya, gelar kenabian bisa diberikan kepada siapa saja. Pendapat ini berbeda dari pendapat kelompok kedua, yakni kaum heterodoks yang diwakili para ahli filsafat. Mereka menyatakan bahwa kenabian sesungguhnya merupakan keniscayaan dalam kehidupan ini.
Menurut Ibnu Sina, bahwa Nabi intinya adalah seorang yang kekuatan kognitifnya mencapai akal aktif, yakni malaikat Jibril. Hakikat akal aktif itu sesungguhnya adalah batasan antara dimensi ketuhanan dan kemanusiaan. “Pendeknya, seorang Nabi adalah orang yang mampu berkomunikasi bukan saja dengan Tuhan tetapi juga kepada manusia. Sebab, bagi Ibnu Sina, tugas kenabian sesungguhnya juga memerankan fungsi politik, dalam arti mampu menuntun manusia untuk mengetahui hukum baik-buruk dan memberikan teladan kepada mereka untuk melaksanakannya.
Perbedaan cara pandang dua kelompok di atas terhadap kenabian, berimplikasi pada perlakuan mereka terhadap Nabi dan ajaran-ajarannya. Bagi kelompok ortodoks, ajaran kenabian adalah ajaran yang suci dan mutlak kebenarannya. Karena semuanya bersumber dari wahyu Tuhan.
Sementara bagi kelompok kedua, yaitu kelompok heterodoks, ajaran kenabian adalah ajaran manusia biasa saja. Ia bisa punya nilai kebenaran, tapi juga dimungkinkan adanya kekurangan. Karena meski sumber kenabian itu mempunyai hubungan dengan Yang Di Atas, yaitu Tuhan, tetapi ia sebenarnya juga bersumber dari bawah, yaitu masyarakat. Sejalan dengan pandangan kaum heterodoks adalah pandangan Fazlur Rahman yang mengatakan bahwa Nabi sesungguhnya bukanlah tukang pos yang hanya menyampaikan pesan. Sebaliknya, dalam menyampaikan wahyu, Nabi juga turut intervensi. Salah satu filosof klasik yang berpandangan seperti ini adalah Ar Razi yang berpendapat ”bahwa tidaklah masuk akal Tuhan mengutus para nabi padahal mereka tidak luput dari banyak kekeliruan. Setiap bangsa hanya percaya kepada nabinya dan tidak mengakui nabi bangsa lain. Akibatnya terjadi banyak peperangan keagamaan dan kebencian antara bangsa  karena kefanatikan agama bangsa yang dipeluknya.”
Kata Nabi sendiri berasal dari kata kerja (fi’il) bahasa Arab nabba’a yanabbi’u yang berarti member kabar. Kata Nabi di petik dari kata nabiyyun dalam bahasa Arab yang berkedudukan sebagai kata benda pelaku perbuatan (isim fa’il) yang berarti orang yang membawa kabar atau berita. Darii kata nabi yang bermakna harfiah sebagai pembawa berita ini kemudian digunakan dalam istilah agama sehingga nabi berarti orang yang di utus Tuhan untuk menyampaikan berita dan pelajaran dari Tuhan untuk manusia.
Walaupun nabi dan rasul seperti halnya manusia biasa, akan tetapi ia mempunyai keistimewaan karena ia memperoleh akal tertinggi dari Tuhan yang di sebut al-hadas. Al-hadas ini mempunyai daya yang suci yang di sebut al-quwwah al-qudsiyyah. Adapun yang di maksud al-hadas dalam penerian filosofis ialah pancaran ilahi yang diperoleh para nabi dan rasul sehingga mereka dapat berhubungan langsung dengan ‘aql (Allah) tanpa melalui usaha manusia itu sendiri. (Al-hidayah li Ibn Si’na’, 298, 299, 293, 294). Daya inilah yang membedakan nabi dan rasul dari manusia yang lainnya. Suatu daya yang istimewa dan hanya diperoleh nabi dan rasul. Karena daya ini pula nabi dan rasul dapat menerima wahyu dari Allah untuk disampaikan kepada umat manusia dan agar mereka bertindak dan berbuat sesuai dengan wahyu itu.
Dalam filsafat kenabian dipahami bahwa Nabi atau rasul hanya menyampaikan perintah Allah secara umum dan membawa berita yang belum pernah didengar dan dilihat. Perintah beribadah kepada Allah bertujuan agar manusia mampu melepaskan dirinya dari keterikatan dunia materi, berpaling dari selain Allah dengan iman kuat, memahami kewajiban dengan mengikuti hikmah ilahiyah dalam pengutusan seorang nabi dan rasul. sehingga berakhir menjadi suatu kekuatan pendorong untuk mencapai kebahagian sesudah roh terpisah dengan tubuh.

Sumber
Adz-dzakiey, hamdani bakran, 2007, Psikologi kenabian, Yogyakarta: beranda
            Publishing
Tyo Mokoagow. 2013. Filsafat Kenabian. Diperoleh dari
http://triwardanamokoagow.blogspot.co.id/2013/11/filsafat-kenabian_8.html

Comments

Popular posts from this blog

Hubungan Epistemologi, Metodologi, Dan Metode Ilmiah

Hubungan Epistemologi, Metodologi, Dan Metode Ilmiah Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menuju ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan yang bergantung pada metode ilmiah, karena metode ilmiah menjadi standar untuk menilai dan mengukur kelayakan suatu ilmu pengetahuan. Sesuatu fenomena pengetahuan logis, tetapi tidak empiris, juga tidak termasuk dalam ilmu pengetahuan, melainkan termasuk wilayah filsafat. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif. Metode merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis (Senn, 2002). Sedangkan metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan dalam metode tersebut. Secara sederhana dapat dikatakan, bahwa metodologi adalah ilmu tentang metode atau ilmu yang mempelajari prosedur atau cara-cara mengetahui sesuatu. Jika metode merupakan prosedur ...

Implementasi Dalam Penelitian

Implementasi Dalam Penelitian Pelaksanaan penelitian, baik kuantitatif maupun kualitatif, sebenarnya merupakan langkah-langkah sistematis yang menjamin diperoleh pengetahuan yang mempunyai karakteristik rasional dan empiris. Secara filosofis kedua pendekatan tersebut mempunyai landasan yang berbeda. Penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang didasarkan pada filsafat positivistik. Filsafat positivistik berpandangan bahwa gejala alam dapat diklasifikasikan, relatif tetap, konkrit, teramati, terukur, dan hubungan gejala bersifat sebab akibat. Proses penelitian dimulai dari proses yang bersifat deduktif, artinya ketika menghadapi masalah langkah pertama yang dilakukan adalah mencari jawaban secara rasional teoretis melalui kajian pustaka untuk penyusunan kerangka berpikir. Bagi penelitian yang memerlukan hipotesis, kerangka berpikir digunakan sebagai dasar untuk menyusun hipotesis. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan dan menganalisis data. Tujuan utama langkah ini adalah un...

Perbedaan Ilmu Dengan Pengetahuan Mistik

Perbedaan Ilmu Dengan Pengetahuan Mistik A.     Ilmu 1.     Hakikat ilmu Ilmu bersifat rasional Contoh: Air selalu menempati ruang 2.     Struktur ilmu Metode ilmiah Contoh: Makhluk hidup yang ada didunia ini selalu berkembang dan tumbuh 3.     Epistimologi ilmu Epistimologi yang mengkaji pengetahuan manusia. Pembagian epistimologi yang meliputi epistimologi umum (memunculkan pertanyaan  ada apa? ), epistimologi khusus (memunculkan pengetahuan yang diproses dan dapat di pertanggung jawabkan, metodologi (mengkaji langkah-langkah praktis untuk memperoleh pengetahuan yang benar).  Pada mulanya sumber pengetahuan adalah akal. Adapun pengembangan yang lain menyatakan pengalaman, nalar, intuisi, keyakinan, otoritas dan wahyu merupakan sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan merupakan sumber dalam rangka mencari kebenaran. Dimana teori kebenaran terdiri atas teori korespondensi, teori koherensi, teori...